Jumat, 23 Desember 2016

Kuttab : Upaya Memurnikan Pendidikan Usia Dini dalam Islam

Gambaran Kuttab zaman kejayaan Islam
Oleh: Abdullah Ibnu Ahmad
Tulisan ini merupakan ringkasan dari Modul Kuttab 1 karangan Budi Ashari, Lc dan M. Ilham Sembodo
Latar Belakang
Sebagai agama yang sempurna, Islam sangat memperhatikan betul pendidikan. Bahkan, wahyu yang turun di awal pun sangat menekankan pentingnya membaca (dalam surat al-Alaq) dan menulis (dalam surat al-Qalam), dua hal yang tidak dapat didapatkan kecuali melalui pendidikan. Oleh karena pentingnya pembahasan ini, saat kita ingin mendidik generasi tentu kita harus mengacu dan melihat bagaimana Rasulullah Saw. mendidik para sahabat dan generasi awal umat Islam. Pendidikan yang mengacu pada konsep pendidikan yang diajarkan Rasulullah Saw. menjadi hal yang mutlak dan tidak dapat ditawar lagi karena ia yang melahirkan generasi terbaik. Saat hal ini dikesampingkan, tidak heran jika kita mendapati pendidikan saat ini penuh dengan masalah.


Jika kita melihat pangkal masalahnya, ternyata hal ini dimulai dari rusaknya pendidikan anak usia dini. Institusi pendidikan usia dini yang ada tidak dapat melahirkan anak-anak yang berkarakter kokoh, bermoral kuat, dan mampu menanggung beban ilmu di usia selanjutnya. Tidak tertanamnya karakter kebaikan di usia dini menimbulkan potensi keburukan di kemudian hari. Ibarat bangunan, jika fondasinya tidak kuat, maka hasilnya pasti bermasalah, bahkan berpotensi besar untuk ambruk.
Apa itu Kuttab?
Islam telah mengenalkan konsep pendidikan anak usia dini pada umatnya, yang dalam bentuk institusi pendidikan disebut Kuttab. Kuttab muncul pertama kali di zaman Nabi, kemudian menyebar ke berbagai negara seiring dengan penyebaran Islam. Kuttab adalah tempat utama di dunia Islam untuk mengajari anak-anak. Terdapat dua penjenjangan Kuttab:
  1. Kuttab Awwal: Pada jenjang ini, anak-anak belajar membaca, menulis, menghafal Quran, ilmu dasar agama, dan berhitung dasar.
  2. Kuttab Qonuni: Pada jenjang ini, anak-anak dan remaja belajar ilmu bahasa dan adab. Mereka juga belajar ilmu agama, hadis, dan berbagai macam ilmu lainnya.
    Semangat yang tinggi pada umat Islam saat itu untuk belajar Quran membuat Kuttab berkembang sangat pesat. Kuttab Abul Qosim al-Balkhi menampung 3000 murid, sampai membuat sang guru harus memakai kendaraan untuk mengelilingi mereka.
    Pembelajaran di Kuttab
    Anak-anak belajar di Kuttab dengan alas seperti karpet, tempat mereka duduk bersila di dekat guru mereka. Peralatan belajar mereka terdiri dari Mushaf Quran, papan kayu untuk menulis, tinta, dan pena. Sedangkan guru duduk di atas kursi atau alas yang lebih tinggi dari alas muridnya.
    Anak-anak yang belajar di Kuttab rata-rata berusia lima hingga dua belas tahun. Mereka belajar di Kuttab sampai menyelesaikan seluruh hafalan Quran atau sebagiannya, di samping belajar membaca, menulis, dan ilmu lainnya.
    Guru Kuttab adalah orang-orang yang dipilih masyarakat dengan beberapa persyaratan. Syarat itu ialah berakhlak baik dan memiliki sifat-sifat yang utama seperti istiqomah, menjaga diri, adil, dan memiliki kemampuan standar tentang Quran dan ilmu-ilmunya. Selain itu, guru juga harus berwibawa tetapi tidak kasar, ramah, dan lemah lembut dengan anak-anak.
    Dalam kurikulum Kuttab, anak-anak diminta untuk menghafal seluruh Quran atau sebagiannya, belajar menulis, membaca, dan konsep dasar berhitung. Jika guru telah selesai mengajari membaca dan menulis, selanjutnya adalah mengajari anak-anak tersebut dasar-dasar ilmu agama dan bahasa yang mencakup hadis, adab, dan aqidah yang disesuaikan dengan umur dan pemahaman. Pengajaran di Kuttab juga sangat menekankan pentingnya adab dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
    Waktu belajar di Kuttab dimulai dari terbitnya matahari sampai azan Ashar. Waktu istirahat dan libur Kuttab juga diperhatikan. Biasanya dua hari salam satu pekan, saat hari Raya, dan sebagainya.
    Aspek lain yang juga diperhatikan adalah kesehatan anak-anak Kuttab dan pembiayaan Kuttab. Anak yang sakit tidak dibiarkan berbaur dengan teman-temannya di Kuttab. Mengenai pembiayaan, para orang tua memberikan uang kepada pengelola Kuttab yang akan dibayarkan untuk gaji guru dan keperluan Kuttab lainnya.
    Generasi Kita Mau Dibawa Ke Mana?
    Rasulullah Saw. bersabda tentang generasi kita saat ini. Janji tentang kembalinya kebesaran Islam, yang belum juga terjadi hingga saat ini dan menjadi tugas kita untuk membuktikannya.
    Tugas yang Rasulullah Saw. berikan pada generasi ini ada dua, seperti yang disebutkan dalam hadis.
    Hadis pertama adalah:
    Rasulullah Saw. bersabda: “Nubuwwah (Kenabian) ada pada kalian sampai Allah kehendaki. Hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian khilafah di atas manhaj (sistem aturan) nubuwwah sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian berdiri kerajaan yang menggigit (mulai menyimpang) sampai Allah kehendaki. Hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian kerajaan yang diktator sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian khilafah di atas manhaj nubuwwah. Kemudian beliau diam.” (HR. Ahmad)
    Hadis kedua adalah:
    Dari Abu Qubail, dia berkata: Ketika sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: “Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah (Roma)?” Abdullah meminta kotak miliknya. Kemudian dia mengeluarkan buku. Abdullah berkata: “Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah S.A.W, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah? Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel.” (Hadis Riwayat Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim)
    Kedua hadis ini mengabarkan pada generasi kita bahwa ada dua tugas yang harus ditunaikan, yaitu 1) mengembalikan khilafah di atas manhaj nubuwwah (yang runtuh sejak tahun 1924 M hingga saat ini) dan 2) membebaskan Roma (Konstantinopel sudah ditaklukkan sebelumnya oleh Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 M). Dua tugas mulia, dua tugas agung, sekaligus dua tugas besar dan berat.
    Bagaimana Membangun Generasi Kita?
    Visi dalam membangun generasi diibaratkan seperti membangun gedung besar pencakar langit yang kokoh. Sebagaimana Nabi menganalogikan bahwa mukmin itu ibarat bangunan.
    “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti bangunan yang saling menguatkan sebagian dengan sebagian yang lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Jika kita melihat bangunan yang kokoh, maka kita akan mendapati bahwa bangunan itu disusun dengan bagian yang berbeda-beda. Beda posisi dan beda peran. Ada batu kali untuk fondasi, ada bata merah untuk dinding. Namun, apa pun posisi dan perannya, ia harus istimewa di kelasnya. Batu kali yang paling keras atau batu bata yang paling kuat. Ini artinya, umat Islam harus berkualitas.
    Masalah kualitas juga disebutkan Rasulullah Saw. dalam hadis, “Manusia adalah tambang emas dan perak. Yang terbaik saat jahiliah akan menjadi yang terbaik saat Islam asalkan faqih (mempunyai pemahaman yang mendalam tentang ilmu). Ruh-ruh adalah junud mujannadah, yang saling mengenal dan akrab akan bersatu dan yang saling bertolak belakang akan terpisah.” (HR Muslim)
    “Sesungguhnya manusia seperti onta seratus, hampir sulit menjumpai padanya rohilah.” (HR Bukhari-Muslim). Rohilah adalah onta yang jinak, mudah dikendarai, dan sanggup membawa beban banyak dalam perjalanan yang panjang.
    Dari tiga hadis di atas, kita memiliki tiga kata kunci untuk generasi yang berkualitas:
  3. Generasi yang layak untuk membangun
  4. Generasi yang berkilau seperti emas atau perak
  5. Generasi yang layak untuk memanggul beban dan melakukan perjalanan panjang peradaban
    Saat ini, kita agak kesulitan menemui generasi muslim yang berkualitas. Sekularisme, pemisahan antara agama dan umum, telah merasuk di dalam tubuh umat Islam. Hasil didikan sekularisme pun dapat kita rasakan hingga saat ini. Para penghafal Quran yang tidak paham ekonomi, politik, kedokteran, dan sebagainya. Juga para ekonom, dokter, dan insinyur yang tidak mengerti Quran. Tugas kita adalah menggabungkan apa yang telah diceraikan oleh sekularisme, sehingga menghasilkan generasi yang:
  6. Berkarakter keimanan. Memiliki kebanggaan dan kepercayaan terhadap Quran sebagai panduan segala bidang kehidupan
  7. Menghafal Quran. Kapan ia membutuhkannya tinggal dibunyikan saja
  8. Memahami Quran. Ilmunya akan dilandasi dengan Quran, bahkan penelitian dan penemuannya akan diarahkan menjadi solusi berbasis Quran.
  9. Menguasai pengetahuan umum. Pengetahuan ini menjadi ilmu alat untuk terus menggali Quran guna membangun dan memperbaiki peradaban.
    Hal ini telah dicontohkan dengan jelas oleh generasi umat Islam terdahulu yang memadukan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum, seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Qoyyim, dan seterusnya. Orang-orang seperti mereka bukannya tidak ada lagi di zaman ini. Mereka masih ada, tapi jumlahnya masih sedikit sehingga harus diperbanyak lagi.
    Generasi Berkarakter Keimanan
    Kata kunci untuk generasi yang berkualitas dan mampu memimpin peradaban dunia adalah karakter keimanan yang tertanam kuat di dalam jiwa-jiwa mereka. Keimanan ini harus diajarkan sejak dini agar terlahir generasi seperti generasi sahabat Rasulullah Saw.
    Jundub bin Abdillah berkata: “Kami bersama Nabi saat kami masih remaja; kami belajar Iman sebelum al-Quran. Kemudian, ketika kami belajar al-Quran, bertambahlah iman kami.” (HR Ibnu Majah)
    Dalam riwayat Baihaqi dan Baihaqi, ada tambahan kalimat Jundub: “Ada pun kalian hari ini belajar Quran sebelum Iman.” Komentar Jundub ini ditujukan pada generasi Tabi’in.
    Dulu para sahabat belajar Iman kemudian Quran di usia mudanya. Kemudian terjadi penurunan kualitas dari sahabat ke tabi’in, yang dari kacamata sahabat disebabkan oleh terbaliknya pengajaran. Padahal generasi tabi’in juga generasi yang amat dahsyat jika kita saksikan dari abad kita. Saat ini, bukan sekadar urutannya yang terbalik, tapi kontennya yang tidak ada.
    Bagaimana Membangun Karakter Keimanan?
    Rasulullah Saw. bersabda tentang iman, “Iman memiliki 70-an atau 60-an cabang. Yang paling utama adalah kalimat Laa Ilaaha Illallah. Yang paling bawah adalah menyingkirkan sesuatu yang menyakitkan dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR Muslim)
    Hasil ijtihad para ulama, Ibnu Hibban berhasil mengumpulkan 69 cabang iman, sedangkan Baihaqi berhasil mengumpulkan 77 cabang iman. Ibnu Hajar berkesimpulan, jika dihitung global ada 60-an, sedangkan jika dihitung terperinci ada 70-an.
    Iman itu mencakup seluruh kehidupan. Iman menjadi ruh dalam setiap aktivitas, juga menjadi hasil dari setiap aktivitas manusia. Inilah yang dimaksud dengan generasi yang berkarakter keimanan.
    Beberapa Sudut Pandang Pembagian Iman
    1.       Pembagian berdasarkan posisinya dalam diri manusia
    Berdasarkan hitungan Ibnu Hajar terhadap cabang iman yang dikumpulkan Ibnu Hibban, terdapat 24 amalan hati (35%), 7 amalan lisan (10%), dan 38 amalan fisik (55%). Catatan pentingnya adalah, bahwa amalan hati yang pertama dan utama. Jika hati baik, maka lisan dan fisik akan mengikuti. Jadi 35% ini melingkupi 65% lainnya. Selanjutnya lisan, meski hanya 10% tapi menentukan apakah seseorang akan istiqomah dalam kebaikan atau tidak.Terakhir ialah fisik. Meski persentasenya paling besar, posisinya paling belakang karena merupakan hasil dari hati dan lisan.
    2.       Pembagian berdasarkan jenis interaksi
    Terdapat dua jenis interaksi, yaitu interaksi manusia dengan Allah dan interaksi manusia dengan manusia. Dari cabang iman yang ada, cabang yang berkaitan tentang interaksi Allah dengan manusia jumlahnya lebih sedikit daripada interaksi manusia dengan manusia, sekitar setengahnya. Jika interaksi dengan Allah yang jumlahnya lebih sedikit ini segera diselesaikan, maka interaksi dengan sesama yang jumlahnya jauh lebih banyak akan terselesaikan dengan baik.
    3.       Pembagian berdasarkan jenis amal
    Yaitu aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
    Urutan aplikasi pengajaran keimanan juga sangat penting diperhatikan. Urutan ini diambil berdasarkan fase Makkah dan fase Madinah, yaitu urutan turunnya syariat kepada Rasulullah Saw. Secara umum, kalimat dari Aisyah Ra merupakan panduan dari konsep urutan ini, “Yang pertama diturunkan adalah surat pendek. Di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka. Ketika manusia telah masuk dengan kuat ke dalam Islamm maka turunlah ayat tentang halal dan haram. Andai saja yang pertama turun adalah perintah jangan minum khamar, pasti mereka akan berkata: kami tidak mau meninggalkan khamar.”
    Selain itu, penting juga bagi kita untuk mengetahui pilar-pilar utama cabang keimanan. Pilar itu adalah enam rukun Iman. Dari keenam rukun itu, terdapat dua rukun yang sering digandengkan, yaitu Iman kepada Allah Swt. dan Iman kepada hari akhir.
    Cara Nabi Mendidik Generasi
    Pendidikan Rasulullah Saw. adalah pendidikan mulia yang menghasilkan orang-orang yang mulia. Rasulullah Saw. adalah guru yang piawai dalam menghadapi seluruh karakter peserta didiknya. Sejarah mencatat, anak-anak yang mendapatkan sentuhan pendidikan langsung dari Rasulullah Saw. kelak menjadi orang-orang yang mengukir kebesaran Islam. Mereka di antaranya ialah: Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Ja’far, dan Usamah bin Zaid.
    Rasulullah Saw. memiliki beberapa cara dalam mendidik anak, di antaranya adalah:
  10. Selalu menjaga perasaan anak
  11. Melakukan sentuhan fisik terhadap anak, terutama pelukan dan ciuman
  12. Melayani imajinasi anak
  13. Menyambut anak dan menerima sambutan anak
  14. Membiarkan anak-anak bermain, selama permainan itu bermanfaat bagi pertumbuhan mereka
  15. Tidak membubarkan anak-anak yang sedang bermain
  16. Berkomunikasi dengan baik, tepat sasaran, dan lemah lembut
  17. Memperhatikan anak
  18. Mengajarkan ketegasan pada anak
  19. Tidak membohongi anak
  20. Mengakrabkan diri dengan anak
  21. Menjauhkan anak dari lingkungan yang rusak dan syaitan
  22. Mengajak berjalan-jalan dengan maksud memberi pelajaran
  23. Tidak mencaci maki anak ketika gagal
  24. Menghargai prestasi anak
  25. Menjaga penampilan fisik anak
  26. Memberikan nasihat yang efektif
  27. Menganggap keberadaan anak
  28. Bersikap adil antara setiap anak
  29. Mengajarkan adab makan dan saat di meja makan
  30. Memicu persaingan sehat antar anak
  31. Mengajarinya ibadah
  32. Mengajari keberanian berhadapan dengan orang dewasa
    Urutan Kurikulum Pendidikan Nabi: Fase Makkah dan Fase Madinah
    Dalam pendidikan, urutan memegang peranan penting. Sebuah kurikulum sehebat apapun jika diajarkan dengan urutan yang salah, maka hasilnya tidak akan baik, atau bahkan tidak ada hasilnya sama sekali. Bisa jadi hal itu malah membuat anak-anak trauma terhadap ilmu. Jika seseorang sudah trauma terhadap ilmu, maka ini musibah besar bagi generasi Islam.
    Tugas yang Rasulullah Saw. berikan pada kita adalah melahirkan kembali generasi yang istimewa seperti sahabat. Jika generasi yang akan dilahirkan sebesar sahabat, maka ibarat bangunan, yang akan kita bangun adalah gedung menjulang tinggi, bukannya gubuk reyot.
    Di balik gedung tinggi yang dibangun, para arsitek tentu telah memikirkan dan merancang detail hasil akhir dari gedung tersebut. Begitu pun dalam membangun generasi, di awal harus jelas dulu hasil akhir yang diinginkan. Setelah jelas hasil akhirnya seperti apa, barulah kita tentukan mana yang harus didahulukan dan mana yang harus dibelakangkan, sesuai dengan urutan kurikulum pendidikan Rasulullah Saw.
    Urutan kurikulum pendidikan Rasulullah Saw. didasarkan pada dua fase, yaitu fase Makkah dan fase Madinah. Tiga belas tahun di fase Makkah dan sepuluh tahun di fase Madinah. Kedua fase ini memiliki perbedaan karakter yang dapat menjadi pelajaran bagi kita dalam membangun generasi.
    Dalam Islam, kita mengenal aqidah, syariah, dan akhlak. Ibarat pohon, aqidah adalah akarnya, syariah adalah batangnya, dan akhlak adalah buahnya. Fase Makkah adalah fase penguatan akar (aqidah). Setelah akarnya kuat, berdirilah batangnya (syariah) yang kokoh di fase Madinah. Akhlak merupakan buah dari kesempurnaan aqidah dan syariah.
    Untuk membangun aqidah yang kuat, Rasulullah Saw. memberikan panduan yang jelas. Pertama, Al-Quran harus menjadi yang utama. Ia adalah harga mati bagi mereka yang hendak membangun generasi seperti sahabat Nabi. Selanjutnya adalah penekanan pada aspek kerasulan, yang dapat kita masuki lewat pintu hadis dan sejarah Nabi. Berikutnya pengingatan akan kematian dan hari kebangkitan, hisab, juga surga dan neraka. Selain itu, dibahas juga pertarungan antara hak dengan batil, alam sekitar, kisah-kisah umat terdahulu, manusia, dan pengawasan oleh yang gaib.
    Mendidik Seperti Rasulullah Saw.
    Kurikulum yang sudah ada harus diimbangi dengan kemampuan gurunya. Sehebat apapun kurikulum yang dibuat, jika gurunya tidak disiapkan dengan baik tentu hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Rasulullah Saw. mengajarkan pada kita bagaimana menjadi seorang guru yang baik. Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam bukunya Rasul Mu’allimmenyebutkan beberapa poin yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
  33. Mempraktikkan dulu sebelum muridnya
  34. Memperhatikan tahapan ilmu
  35. Tidak membosankan dalam mengajar
  36. Memperhatikan perbedaan tiap murid
  37. Menggunakan dialog dan pertanyaan
  38. Menggunakan tanya jawab untuk meluruskan logika
  39. Menggunakan pertanyaan untuk mendeteksi kecerdasan dan mengetahui tingkat keilmuan
  40. Menjelaskan dengan permisalan
  41. Menjelaskan dengan gambar peraga
  42. Menggabungkan antara kalimat dengan isyarat
  43. Menunjukkan sesuatu yang terlarang untuk menguatkan larangan
  44. Memberi materi tanpa ada pertanyaan apapun
  45. Menjawab hal yang ditanyakan
  46. Menjawab lebih banyak dari yang ditanyakan
  47. Mengalihkan penanya pada pembahasan yang tidak ditanyakan
  48. Meminta penanya mengulangi pertanyaan untuk melengkapi jawaban
  49. Meminta murid untuk menjawab pertanyaan guna melatihnya
  50. Menguji ilmu seseorang dan memuji jika benar
  51. Diam untuk menetapkan kebenaran yang terjadi di depannya
  52. Memanfaatkan momentum peristiwa untuk pengajaran
  53. Mengakrabkan diri dan santai
  54. Menggunakan sumpah untuk menguatkan pembahasan
  55. Mengulangi perkataan tiga kali untuk penguatan
  56. Mengubah posisi dan keadaan untuk menunjukkan pentingnya tema
  57. Memanggil nama berulang-ulang
  58. Memegang tangan, pundak, atau anggota tubuh muridnya
  59. Menyamarkan sesuatu untuk membuat penasaran
  60. Mengumumkan kemudian merinci
  61. Mengumumkan angka kemudian merinci
  62. Menggunakan nasihat
  63. Menggunakan kabar gembira dan ancaman
  64. Mengisahkan umat terdahulu
  65. Memberikan pembukaan yang menghilangkan ketabuan pembahasan
  66. Menggunakan ungkapan yang tidak langsung untuk pembahasan yang menimbulkan malu
  67. Memperhatikan khusus pendidikan wanita
  68. Marah jika diperlukan
  69. Menulis untuk sarana pendidikan
  70. Memerintahkan sebagian muridnya untuk belajar bahasa asing
  71. Mendidik dengan kepribadian mulia
    Menghafal al-Quran sebagai Bagian dari Kurikulum Pendidikan Islam
    Dalam konsep pendidikan Islam, hafal al-Quran merupakan bekal yang utama. Al-Quran yang dihafal terbukti melahirkan orang-orang besar dalam sejarah dunia. Para ilmuwan Islam tersebut bahkan telah menyelesaikan hafalannya sebelum mereka balig.
    Menghafal al-Quran memiliki banyak manfaat dan keistimewaan, baik di dunia, terlebih lagi di akhirat. Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan para penghafal al-Quran ketika di akhirat. Di antaranya adalah menyebabkan orang itu diberi syafaat, digolongkan sebagai keluarga Allah, dan akan mendapat derajat yang tinggi di surga, sesuai ayat terakhir yang mereka baca.
    Mengenai manfaatnya di dunia, Ir. Kaheel menuliskan sepuluh poin manfaat al-Quran bagi penghafalnya:
  72. Bersihnya otak
  73. Kuatnya hafalan
  74. Ketenangan dan kemantapan jiwa
  75. Kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan
  76. Terlepas dari rasa takut, sedih, dan kegundahan
  77. Kuat dalam bahasa Arab, manthiq, dan kekuatan dalam menyampaikan
  78. Kemampuan membangun hubungan masyarakat dengan lebih baik dan meraih kepercayaan masyarakat
  79. Terbebas dari penyakit berat
  80. Mengembangkan kemampuan analisis dan pemahaman
  81. Merasakan kekuatan, ketenangan, dan keteguhan
    Tidak heran jika kita mendapati para ilmuwan Islam mampu menguasai berbagai macam ilmu. Ibnu Khaldun misalnya (hafal Quran di usia 7 tahun), dikenal sebagai bapak sosiologi, tapi juga menguasai ilmu ekonomi, geografi, sejarah, hukum, dan filsafat. Ia belajar hanya sampai usia 17 tahun, selanjutnya muncul dengan berbagai karya di kehidupannya. Ini menjadi contoh bahwa al-Quran mampu melunakkan terjal dan sulitnya ilmu, sehingga di usia yang sangat awal, mereka telah mencapai tingkatan ilmu yang tinggi dan menghasilkan karya.
    Setelah menghafal, selanjutnya adalah menghidupkan al-Quran seutuhnya. Berikut ini beberapa langkah yang dapat membantu kita:
  82. Meluruskan niat dan menjadi orang yang semakin bertakwa
  83. Membaca al-Quran kemudian membaca artinya
  84. Merenungi kandungannya dan menghubungkan dengan kebutuhan hari ini
  85. Memperhatikan kaitan ayat dengan ayat sebelum dan atau sesudahnya
  86. Mengambil literatur penunjang renungan kita, misalnya tafsir Ibnu Katsir
  87. Memperhatikan urutan ayat atau urutan kata dalam ayat
  88. Merenungi hikmah pengulangan
  89. Memberikan porsi yang besar untuk merenungi setiap kata dan alur pada kisah
  90. Memperhatikan cara al-Quran bertutur
    Kisah dalam al-Quran
    Kisah memiliki pengaruh yang sangat dahsyat bagi jiwa seseorang. Ia masuk ke dalam diri secara halus, menjadi nasihat yang mudah dikenang dan teguran yang tidak menyakiti. Itulah yang menjadi rahasia mengapa sepertiga al-Quran adalah kisah. Menariknya, kisah ini terdapat dalam surat-surat yang turun di fase Makkah.
    Oleh karena itulah, kisah menjadi metode yang istimewa dalam kurikulum pendidikan. Kisahnya tentu dengan metode Qurani, bukan dengan dongeng-dongeng yang biasa kita dapati saat ini.
    Kurikulum untuk Menghasilkan Kepribadian Qurani
    Kurikulum ini dimulai dengan cara memahami indikator keberhasilan yang dicapai di setiap jenjang akademis, yang biasa kita kenal dengan nama silabus. Silabus ini diintegrasikan dengan nilai-nilai al-Quran, seperti: dalil yang menguatkan isi materi, kisah-kisah peradaban, penemu muslim, hubungan antar pelajaran yang menguatkan iman, dan hubungan antara pelajaran dengan kehidupan nyata.
    Kurikulum ini tidak terwujud begitu saja, ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan oleh guru, antara lain:
  91. Setiap guru menambah kapasitas membacanya dan diberikan jadwal untuk menambah ilmu
  92. Setiap guru berani mengeksplorasi setiap temuan dan ide-idenya di lapangan untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
  93. Setiap guru membuat perencanaan pengajaran sesuai bidang pengajaran yang diintegrasikan dengan kepribadian al-Quran
  94. Setiap guru mencatat evaluasi yang sudah diajarkan dan disharingkan di setiap pertemuan dengan kepala unitnya
  95. Setiap guru senantiasa menciptakan suasana saling memberi motivasi diri dan orang lain untuk menambah keimanan dalam rangka memperbaiki kepribadian
    Beberapa Landasan
    Dalam kurikulum Kuttab, ada beberapa landasan yang harus diperhatikan, yaitu:
  96. Bahasa: Bahasa digunakan untuk berkomunikasi, mengkaji ilmu, sarana untuk menyampaikan keyakinan, idealisme, dan ajaran. Oleh karena itu, penguasaan dari aspek bahasa sangat penting.
  97. Membaca dan Menulis: Kedua hal ini menjadi keharusan bagi setiap muslim. Wahyu yang pertama-tama turun menekankan akan pentingnya membaca dan menulis. Pun jika kita melihat sebagian fakta sejarah ketika umat Islam memimpin dunia, saat itu antusiasme membaca dan menulis masyarakat sangat besar. Sebagai gambaran, pada tahun 656 H, pasukan Mongol menghancurkan Baitul Hikmah dan memenuhi sungai Dijlah di Baghdad dengan buku guna dijadikan jembatan untuk menyeberangkan pasukannya. Pasukan Salib juga membakar sekitar 3.000.000 buku di lapangan Tripoli.
  98. Ilmu Berhitung (hisab): Hal ini karena Islam adalah agama yang mengharuskan umatnya pandai berhitung, karena banyak hal yang memerlukan hitungan. Misalnya mengenai pembagian harta waris dan penentuan kiblat.
  99. Keterampilan Hidup: Keterampilan hidup sangat penting karena ia menunjang kemandirian seseorang. Contoh dari para Nabi terdahulu pun menekankan akan pentingnya kita memiliki keterampilan hidup. Misalnya Nabi Nuh yang ahli kayu dan Nabi Daud yang ahli besi.
  100. Olahraga/Olahfisik: Target dari landasan ini jelas, yaitu menyiapkan para mujahid fi sabilillah yang mampu menggetarkan musuh Allah.
    Ditulis oleh Abdullah Ibnu Ahmad, 12 Maret 2014.
sumber : https://kuttabisykarima.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar