Senin, 19 Desember 2016

Muallimul Qurra' 1

Bismillah,
Ungaran, 19 Desember 2016

Walhamdulillah, Washolatu wassalam 'alaa nabiyyil musthofa, wa ba'd.

Hari demi hari telah ku lewati. Meniti titian kehidupan yang tak berujung. Perjalanan seorang manusia, seorang muslim tentunya, kini sedang diterpa badai kehidupan. Di tengah hingar-bingar dunia dengan segala tetek bengek rayuan godaan syahwat dan syubhat yang ditiupkan oleh syetan dan bala tentaranya. walhamdulillah. Salam sejahtera bagi sesiapa yang selamat darinya.

Kini kusadari di mana tempatku seharusnya berada. Menjadi Hamalatul Quran belumlah cukup, masih banyak yang harus aku benahi. Ternyata aku harus bekerja dan beramal untuk umat, mereka teramat membutuhkan aku untuk
membantu mereka. Mengajarkan Al-Quran, Ilmu agama, adab, dan lain sebagainya. Lalu aku memulai terjun ke dunia dakwah.

Awal-awalnya memang terasa berat untuk melangkah, ada bayang-bayang rasa cemas dan khawatir, entah apa yang menyebabkannya, mungkin hanya godaan syetan. Waktu itu aku hanya berfikir, "aku ini belum cukup ilmu agamanya, apa yang akan aku ajarkan pada mereka?", demikianlah. Namun, dengan berat hati, akhirnya berangkatlah aku bersama sahabatku, sebut saja Ilham beserta seorang kakak tingkatku yang akan mengajarkan pada kami cara mengajarkan Al-Quran pada anak-anak. Ya, pada waktu itu ta'lim kami masih sebatas mengajar TPQ di berbagai desa. Salah satunya di  Dukuh Setugu Desa Plumbon Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, di sinilah tempatku mengajar. Dan di tempat ku inilah terkenal dengan tempat ta'lim paling jauh, lumayan 2 kiloan kalau jalan kaki.

Hari pertama (sekitar bulan Oktober 2015) cukup berkesan bagiku, ini untuk pertama kalinya aku mengajak dan diajak berbincang-bincang oleh anak-anak. Menyenangkan ternyata, asyiiik aku pengen lagi..! Memang di keluargaku tidak ada adek kecil, jadi agak canggung dengan anak-anak, takut malah, ha ha ha. Berbeda dengan pengalamanku yang pertama ini, ada sepasang anak kembar yang sok akrab dengan aku dan Ilham, mereka langsung saja duduk di pangkuan kami, untungnya laki-laki, kalau enggak ketar-ketir aku. Salah seorang dari mereka terus saja memegang jenggotku, lalu menanyakan hal yang menurutku aneh bagi anak seusia mereka.

"Kak udah nikah belum?"

"Eh, belumlah..?!?"

Dengan lugunya pertanyaan itu dia lemparkan padaku, aku sih hanya tertawa kecil dalam hati, beneran kie lho...

Itulah kesan pertamaku ketika memulai debut pertamaku menyandang gelar baru sebagai 'muallimul qurra' dan aku dipanggil dengan sebutan 'Kak Ahmad', lucu ya?

bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar