قَالَ الْعَلاَّمَةُ
حُجَّةُ الْإِسْلَامِ أَبُو جَعْفَرٍ الْوَرَّاقِ الْطَّحَاوِيّ بِمِصْرَ رَحِمَهُ
اللَّهُ:
هَذا ذِكْرُ بَيَانِ
عَقِيْدَةِ أَهْلِ الْسُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ عَلَى مَذْهَبِ فُقَهَاءِ
المَّلَّةِ: أَبِي حَنِيفَةَ الْنُّعْمَانِ بْنِ ثَابِتٍ الْكُوفِي، وَأَبِي
يُوسُفَ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الأنَّصَارِيّ، وَأَبِي عَبْدِ اللّهِ
مُحْمَّدٍ بْنِ الْحَسَنِ الْشَّيبَانِي رِضْوَانُ اللّهِ عَلْيهِمْ أَجْمَعِينَ،
وَمَا يَعْتَقِدُونَ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَيَدِينُونَ بِهِ رَبَّ
الْعَالَمِينَ
Al-‘Allamah Hujjatul Islam Abu Ja’far al-Warraq ath-Thahawi rahimahullah di Mesir berkata:
Inilah penjelasan tentang aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah menurut madzhab ahli
fiqih agama ini, yaitu Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit al-Kufi, Abu Yusuf Ya’qub
bin Ibrahim al-Anshari, dan Abu ‘Abdillah Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani —semoga Allah meridhai mereka semuanya— dan apa yang mereka yakini tentang dasar-dasar agama yang dengannya mereka beragama kepada Rabb Semesta Alam.
نَقُولُ في تَوحِيدِ
اللّهِ مُعْتَقِدِينَ بِتَوفِيقِ اللّهِ: إنَّ اللّهَ وَاحِدٌ لَا شَرِيكَ لَهُ
[1] Kami berkata tentang Tauhidullah dengan taufik dari Allah meyakini bahwa: Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya.
وَلَا شَيءَ مِثْلُهُ
[2] Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
وَلَا شَيْءَ
يُعْجِزُهُ
[3] Tidak ada sesuatu pun yang bisa melemahkan-Nya.
وَلَا إِلَهَ غَيْرُهُ
[4] Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain-Nya.
قَدِيمٌ بِلاَ
اِبتِدَاءٍ، دَائٍمٌ بِلَا انْتِهَاءٍ
[5] Maha Terdahulu tanpa permulan, Maha Abadi tanpa akhir.
[(قَدِيمٌ) bukan termasuk sifat Allah karena tidak disebutkan secara
pasti sebagai nama Allah dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. Makna al-Qadim secara
bahasa ‘Arab adalah yang mendahului sesuatu baik sebelumnya ia didahului
olehnya atau tidak, seperti firman Allah (حتى عاد كالعرجون
القديم) “Sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia
sebagai bentuk tandan yang mendahului.”
(QS. Yasin [36]: 39). Untuk itu nama ini tidak boleh dipakai untuk nama Allah
karena nama Allah sifatnya tauqifi. Akan tetapi Ibnul Qayyim dalam al-Bada-i’
membolehkan penamaan ini dengan alasan (باب الأخبار أوسع من
باب الصفات التوقيفية) “bab kabar lebih luas daripada bab sifat yang tauqifi”.]
لا يَفنَى وَلَا
يَبِيْدُ
[6] Dia tidak akan fana dan tidak akan binasa.
وَلاَ يَكُونُ إِلَّا
مَا يُرِيدُ
[7] Tidak ada yang terjadi kecuali apa yang Dia kehendaki.
لَا تَبلُغُهُ
الْأَوْهَامُ، وَلَا تُدْرِكُهُ الْأَفْهَامُ
[8] Allah tidak bisa dijangkau oleh angan-angan dan tidak bisa dijangkau
nalar pikiran.
وَلَا يُشْبِهُ
الأنَامُ
[9] Tidak ada makhluk yang serupa dengan-Nya.
حَيٌّ لَا يَمُوتُ،
قَيُّومٌ لَا يَنَامُ
[10] Dia Maha Hidup tidak akan mati, Maha Berdiri (mengurus makhluk-Nya
terusmenerus) tidak pernah tidur.
خَاِلقٌ بِلاَ حَاجَةٍ،
رَازِقٌ بِلاَ مُؤْنَةٍ
[11] Dia Maha Pencipta tanpa membutuhkan (ciptaan-Nya), Maha Pemberi rezeki tanpa berkurang (kerajaan-Nya).
مُمِيتٌ بِلَا
مَخَافَةٍ، بَاعِثٌ بِلاَ مَشَقَّةٍ
[12] Dia Maha Mematikan tanpa takut, Maha Membangkitkan tanpa rasa berat.
مَا زَالَ بِصِفَاتِهِ
قَدِيماً قَبْلَ خَلْقِهِ، لَمْ يَزْدَدْ بِكَوْنِهِم شَيْئاً لَمْ يَكُنْ
قَبلَهُم مِنْ صِفَتِهِ، وَكَمَا كاَنَ بِصِفَاتِهِ أَزَلِيًّا، كَذَلِكَ لَا
يَزَالُ عَلَيْهَا أَبَدِيًّا
[13] Dia telah memiliki
sifat-sifat itu semenjak dahulu, sebelum makhluk-Nya. Dengan terciptanya para makhluk, tak bertambah sedikitpun sifat-sifat-Nya.
Sebagaimana sifat-sifat-Nya azali (ada sebelum selainnya ada), begitu pula Dia
abadi selama-lamanya.
ليسَ مُنْذُ خَلَقَ
الخَلْقَ اسْتَفَادَ اسْمَ ”الخَالِقٍ“، وَلاَ بِإِحْدَاثِ البَرِيَّةِ اسْتَفَادَ
اسْمَ ”البَارِي“
[14] Bukan semenjak Dia menciptkan para
makhluk disandangkan pada-Nya nama al-Khaliq (Pencipta) dan bukan karena baru
menciptakan makhluk disandangkan pada-Nya nama al-Bari (Pencipta).
لَهُ مَعْنَى
الرُّبُوبِيَّةِ وَلَا مَرْبُوبٍ، وَمَعْنَى الخَالِقٍ وَلَا مَخْلُوقٍ
[15] Dia memiliki sifat Rububiyah
(Pencipta, Pemilik, Pengatur, Pemberi rezeki) bukan marbub (Yang dikenai
rububiyah), dan juga memiliki sifat al-Khaliq bukan makhluk.
وَكَمَا أَنَّهُ مُحْيِ
المَوْتَى بَعْدَما أَحْيَا، اسْتَحَقَّ هَذَا الاسْمَ قَبْلَ إِحْيَائِهم،
كَذلِكَ استَحَقَّ اسْمَ الخَالِق قبْلَ إنْشَائِهِمْ
[16] Sebagaimana Dia yang
menghidupkan segala yang mati (Al-Muhyi) setelah menghidupkannya, Dia-pun berhak atas sebutan itu sebelum menghidupkan mereka, demikian juga Dia berhak menyandang sebutan Al-Khaliq sebelum menciptakan mereka.
ذَلِكَ بِأَنَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَكُلُّ شَيْءٍ إِلَيهِ فَقِيرٌ، وَكُلُّ أَمْرٍ عَلَيْهِ
يَسِيرٌ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى شَيْءٍ، ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ
السَّمِيعُ البَصِيرُ﴾
[17] Hal itu karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, sementara segala sesuatu itusangat
butuh kepada-Nya. Segala
urusan bagi-Nya mudah dan Dia tidak
membutuhkan sesuatu. “Tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura [42]: 11)
خَلَقَ الخَلْقَ
بعِلْمِهِ
[18] Dia menciptakan semua makhluk dengan ilmu-Nya.
وَقَدَّرَ لَهُمْ
أَقْدَارًا
[19] Dan menentukan takdir-takdir mereka.
وَضَرَبَ لَهُمْ آجَالاً
[20] Dan menentukan ajal-ajal mereka.
وَلَمْ يَخْفَ عَلَيهِ
شَيْءٌ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَهُم، وَعَلِمَ مَا هُمْ عَامِلُونَ قَبْلَ أنْ
يَخْلُقَهُم
[21] Tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Bahkan Dia mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, sebelum menciptakan mereka.
وَأَمَرَهُم
بِطَاعَتِهِ، ونَهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَتِهِ
[22] Dia memerintahkan mereka melaksanakan ketaatan dan melarang mereka
melaksanakan maksiat.
وَكُلُّ شَيْءٍ يَجْرِي
بِتقْديرِهِ ومَشيئتِهِ، وَمَشِيئَتُهُ تَنْفُذُ، لاَ مَشِيئَةَ لِلْعِبَادِ
إِلَّا مَا شَاءَ لَهُمْ، فَمَا شَاءَ لَهُمْ كَانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ
يَكُنْ
[23] Dan segala sesuatu berjalan dengan takdir dan kehendak-Nya. Kehendaknya
pasti terjadi. Tidak ada kehendak bagi para hamba kecuali apa yang Dia
kehendaki bagi mereka. Maka, apa yang Dia kehendaki bagi mereka akan terjadi
dan apa yang tidak Dia tidak kehendaki tidak akan terjadi.
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ،
وَيَعْصِمُ ويُعَافِي فَضْلاً، ويُضِلُّ مَنْ يَشاءُ ويَخْذَلُ وَيَبْتَلِي
عَدْلاً
[24] Dia memberi petunjuk
siapa saja yang Dia kehendaki, juga melindungi danmenjaganya dengan keutamaan-Nya. Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, menghinakan, dan
mengujinya berdasarkan
keadilan-Nya.
وَكُلُّهُم
يَتَقَلَّبُونَ فِي مَشِيئَتِهِ بَيْنَ فَضْلِهِ وَعَدْلِهِ
[25] Seluruh makhluk
berada di bawah kendali kehendak-Nya di antara karunia dan keadilan-Nya.
وَهُوَ مُتَعَالٍ عَنِ
الْأَضْدَادِ وَالْأَنْدَادِ
[26] Dia mengungguli
musuh-musuh-Nya dan tandingan-tandingan-Nya.
لَا رَادَّ
لِقَضَائِهِ، وَلَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ، وَلاَ غَالِبَ لِأَمْرِهِ
[27] Tak seorang pun mampu
menolak takdir-Nya, menolak ketetapan hukum-Nya, ataumengungguli urusan-Nya.
آمَنَّا بِذَلِكَ
كُلِّهِ، وأَيْقَنَّا أنَّ كُلاًّ مِنْ عِنْدِهِ
[28] Kita mengimani semua
itu, dan kita pun meyakini bahwa segalanya datang dari-Nya.
وأنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ الْمُصْطَفَى، وَنَبِيُّهُ الْمُجْتَبَى، وَرَسُولُهُ المُرْتَضَى
[29] Sesungguhnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba-Nya yang terpilih, Nabi-Nya yang terpandang, dan Rasul-Nya yang diridhai.
وَأَنَّهُ خَاتَمُ
الْأَنْبِيَاءِ، وَإِمَامُ الأَتْقِيَاءِ، وَسَيِّدُ الْمُرْسَلِينَ، وَحَبِيبُ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
[30] Sesungguhnya beliau
adalah penutup para Nabi ‘alaihimus sallam, imam orang-orang bertakwa, penghulu para
rasul, dan kekasih Rabb semesta alam.
وَكُلُّ دَعْوَى
النُّبُوَّةِ بَعْدَهُ فَغَيٌّ وَهَوًى
[31] Segala pengakuan
sebagai Nabi sesudah beliau adalah kesesatan dan hawa nafsu.
وَهُوَ الْمَبْعُوثُ
إِلَى عَامَّةِ الجِنِّ وَكَافَّةِ الْوَرَى بِالْحَقِّ وَالْهُدَى، وَبِالنُّورِ
وَالضِّيَاءِ
[32] Beliau diutus kepada seluruh jin dan seluruh manusia dengan membawa kebenaran
petunjuk, cahaya dan kemilau.
وَأَنَّ الْقُرآنَ
كَلاَمُ اللّهِ، منْهُ بَدَأَ بِلاَ كَيْفِيَّةٍ قَوْلاً، وَأَنْزَلَهُ عَلَى
رَسُولِهِ وَحْياً، وَصَدَّقَهُ الْمُؤمِنُونَ عَلَى ذَلِكَ حَقًّا، وأَيْقَنُوا
أَنَّهُ كَلاَمُ اللَّهِ تَعَالَى بِالحَقِيقَةِ، لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ كَكَلاَمِ
الْبَرِيَّةِ، فَمَنْ سَمِعَهُ فَزَعَمَ أَنَّهُ كَلاَمُ الْبَشَرِ، فَقَدْ
كَفَرَ، وَقَدْ ذَمَّهُ اللّهُ وَعَابَهُ وَأَوْعَدَهُ بِسَقَرٍ، حَيْثُ قَالَ
تَعَالَى: ﴿ سَأُصْلِيهِ سَقَرَ﴾، فَلَمَّا أَوْعَدَ اللّهُ بِسَقَرٍ لِمَنْ
قَالَ: ﴿إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ﴾، عَلِمْنَا وأَيْقَنَّا أَنَّهُ
قَوْلُ خَالِقِ الْبَشرِ، وَلَا يُشْبِهُ قَوْلُ الْبَشَرِ
[33] Dan sesungguhnya al-Qur’an adalah Kalamullah. Dari-Nya ia
bermula tanpa mepertanyakan
bagaimana hakikatnya. Dan Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya sebagai wahyu, dan orang-orang
Mukmin membenarkannya dengan sebenarnya dan mereka menyakini bahwa itu adalah
Kalamullah secara hakikat, bukan
makhluk seperti ucapan makhluk. Barangsiapa yang mendengarnya lalu menyangka
bahwa itu adalah ucapan makhluk, maka sungguh dia telah kafir. Sungguh, Allah
telah mencela, mengecam, dan mengancam orang tersebut dengan Neraka Saqar, yaitu
firman-Nya, “Kelak Aku akan memasukkannya ke Neraka Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir [74]: 26)
Ketika Allah mengancam dengan Neraka Saqar seseorang yang mengatakan, “Al-Qur`an ini tidak lain adalah ucapan manusia.” (QS. Al-Muddatstsir [74]: 25) Maka kami mengetahui
dan meyakini bahwa al-Qur`an adalah ucapan Pencipta makhluk dan tidak ada
ucapan makhluk yang serupa dengannya.
وَمَنْ وَصَفَ اللّهَ
بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي الْبَشَرِ، فَقَدْ كَفَرَ، فَمَنْ أَبْصَرَ هَذَا
اعْتَبَرَ، وَعَنْ مِثْلِ قَوْلِ الْكُفَّارِ انْزَجَرَ، وَعَلِمَ أَنَّهُ
بِصِفَاتِهِ لَيسَ كَالْبَشَرِ
[34] Dan barangsiapa yang mensifati Allah dengan salah satu dari sifat-sifat
makhluk, maka dia telah kafir. Maka, siapa yang memperhatikan ini akan mengerti, dan ia akan menahan diri dari menyerupai ucapan orang kafir. Dan dia mengetahui bahwa Allah dengan sifat-sifat-Nya
tidak sama dengan makhluk.
والرؤْيةُ حقٌّ لِأَهْلِ
الْجَنَّةِ، بِغَيْرِ إحَاطَةٍ ولَا كَيْفِيَّةٍ، كَمَا نَطَقَ بِهِ كِتَابُ
رَبِّنَا: ﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾،
وتَفْسِيرُهُ عَلَى مَا أَرَادَهُ اللّهُ تَعَالَى وَعَلِمَهُ، وَكُلُّ مَا جَاءَ
فِي ذَلِكَ مِنَ الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ عَنِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَهُوَ كَمَا قَالَ، وَمَعْنَاهُ عَلَى مَا أَرَادَ، لَا نَدْخُلُ فِي
ذَلِكَ مُتَأَوِّلِينَ بِآرَائِنَا، وَلَا مُتَوَهِّمِينَ بِأَهْوَائِنَا،
فَإِنَّهُ مَا سَلِمَ فِي دِيْنِهِ إِلاَّ مَنْ سَلَّمَ لِلّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وردَّ علْمَ ما اشْتَبَهَ
عَلَيْهِ إلى عَالِمِهِ
[35] Ar-Ru`yah (melihat Allah di
Akhirat) benar adanya bagi penduduk Surga,
tanpa meliputi dan membagaimanakan (difahami apa adanya), sebagaimana yang
telah dinyatakan oleh Kitab Rabb kita, “Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabblah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 22-23) Tafsirnya adalah
sebagaimana yang Allah kehendaki dan ketahui. Setiap hadits shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtentang hal itu adalah sebagaimana yang beliau sabdakan dan maknanya
sebagaimana yang beliau kehendaki. Kita tidak boleh masuk ke dalam permasalahan
itu dengan mentakwilnya menggunakan akal-akal kita dan tidak pula mereka-reka
menggunakan hawa nafsu kita. Sebab, sesungguhnya tidak ada yang selamat dalam
agamanya kecuali orang yang pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengembalikan
ilmu yang belum jelas baginya kepada yang mengetahuinya.
وَلَا تَثْبُتُ قَدَمُ
الْإِسْلَامِ إِلَّا عَلَى ظَهْرِ التَّسْلِيمِ وَالِاسْتِسْلَامِ، فَمَنْ
رَامَ عِلْمَ مَا حُظِرَ عَنْهُ عِلْمُهُ، وَلَمْ يَقْنَعْ بِالتَّسْلِيمِ
فَهْمُهُ، حَجَبَهُ مَرَامُهُ عَنْ خَالِصِ التَّوْحِيدِ، وَصَافِي الْمَعْرِفَةِ،
وَصَحِيحِ الْإِيمَانِ، فَيَتَذَبْذَبُ بَيْنَ الْكُفْرِ وَالْإِيمَانِ،
وَالتَّصْدِيقِ وَالتَّكْذِيبِ، وَالْإِقْرَارِ وَالْإِنْكَارِ، مُوَسْوِسًا
تَائِهًا، شَاكًّا، لَا مُؤْمِنًا مُصَدِّقًا، وَلَا جَاحِدًا مُكَذِّبًا
[36] Pijakan Islam seseorang tidak akan
kokoh kecuali di atas taslim (pasrah)
dan istislam(tunduk).
Siapa yang menerka suatu ilmu yang ilmu tersebut tersembunyi baginya dan
pemahamannya tidak merasa puas dengan taslim, maka
terkaannya itu akan menghalanginya dari kemurnian Tauhid, kejernihan makrifat
(mengenal Allah), dan kebenaran iman. Ia akan terkena keraguan antara kafir dan
iman, membenarkan dan mendustakan, menetapkan dan mengingkari, selalu was-was,
ragu, menyimpang, bukan mukmin yang membenarkan juga bukan penentang yang
mendustakan.
وَلَا يَصِحُّ
الْإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ لِأَهْلِ دَارِ السَّلَامِ لِمَنِ اعْتَبَرَهَا
مِنْهُمْ بِوَهْمٍ، أَوْ تَأَوَّلَهَا بِفَهْمٍ، إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ
الرُّؤْيَةِ، وَتَأْوِيلُ كُلِّ مَعْنًى يُضَافُ إِلَى الرُّبُوبِيَّةِ بِتَرْكِ
التَّأْوِيلِ، وَلُزُومَ التَّسْلِيمِ، وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ، وَمَنْ
لَمْ يَتَوَقَّ النَّفْيَ وَالتَّشْبِيهَ، زَلَّ وَلَمْ يُصِبِ التَّنْزِيهَ،
فَإِنَّ رَبَّنَا جَلَّ وَعَلَا مَوْصُوفٌ بِصِفَاتِ الْوَحْدَانِيَّةِ، مَنْعُوتٌ
بِنُعُوتِ الْفَرْدَانِيَّةِ، لَيْسَ فِي مَعْنَاهُ أَحَدٌ مِنَ الْبَرِيَّةِ
[37] Tidak sah keimanan rukyah ‘melihat
Allah’ bagi penghuni Darus Salam bagi yang suka membayangkannya dengan keraguan
atau mentakwilnya dengan akal. Karena penafsiranrukyah dan
juga penafsiran segala pengertian yang disandarkan kepada Rabb adalah dengan
tanpa mentakwilkannya dan dengan kepasrahan diri. Itulah agama kaum Muslimin.
Barangsiapa yang tidak menghindari penafian dan tasybih (menyerupakan-Nya dengan makhluk), dia
akan tergelincir dan tak akan dapat memelihara kesucian diri. Sebab, Allah yang
Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tersifati dengan sifat Wahdaniyah (Maha Tunggal),
tersifati dengan sifat Fardaniyah (ke-Maha Esa-an). Tak seorangpun dari
hamba-Nya yang menyamai sifat-sifat tersebut.
وَتَعَالَى عَنِ
الْحُدُودِ وَالْغَايَاتِ، وَالْأَرْكَانِ وَالْأَعْضَاءِ وَالْأَدَوَاتِ، لَا
تَحْوِيهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ
[38] Maha tinggi diri-Nya dari
batas-batas, arah-arah, anggota tubuh, anggota badan, dan perangkat-perangkat.
Dia tidak terkungkungi oleh enam penjuru arah sebagaimana semua makhluk-Nya.
[Ucapan “Dia
tidak terkungkungi oleh enam penjuru arah sebagaimana semua makhluk-Nya” maksudnya
adalah Allah tidak sebagaimana makhluk-Nya yang membutuhkan arah. Ini benar dan
Imam ath-Thahawi beraqidah Ahlus Sunnah yang lurus dan berusaha dengan
ungkapannya ini membantah kaum Musyabbihat (kaum yang menyerupakan sifat Allah
dengan sifat makhluk). Akan tetapi ungkapan ini tidak dikenal di kalangan Ahlus
Sunnah dan ayat “Tidak
ada yang serupa dengan-Nya” sudah
mencukupi untuk membantah kaum Musyabbihat.]
وَالْمِعْرَاجُ حَقٌّ،
وَقَدْ أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعُرِجَ
بِشَخْصِهِ فِي الْيَقَظَةِ، إِلَى السَّمَاءِ. ثُمَّ إِلَى حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الْعُلَا وَأَكْرَمَهُ اللَّهُ بِمَا شَاءَ، وَأَوْحَى إِلَيْهِ مَا أَوْحَى،
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. فَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ
وَالْأُولَى
[39] Mi’raj (naiknya Nabi
ke Sidratul Muntaha—tempat
tertinggi di langit, penj) adalah benar adanya. Beliau telah diperjalankan dan dinaikan (ke langit)
dengan tubuh jasmani dalam keadaan sadar, dan juga ke tempat-tempat yang
dikehendaki Allah di atas ketinggian. Allah memuliakan beliau sesuai
kehendak-Nya dan mewahyukan kepadanya apa yang hendak Dia wahyukan. Hatinya
tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Semoga
Allah melimpahkan shalawat dan salam atas diri beliau di dunia dan di akhirat.
وَالْحَوْضُ الَّذِي
أَكْرَمَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ غِيَاثًا لِأُمَّتِهِ حَقٌّ
[40] Haudh (telaga) yang dijadikan Allah kemuliaan baginya sebagai pertolongan bagiumatnya benar adanya.
وَالشَّفَاعَةُ الَّتِي
ادَّخَرَهَا لَهُمْ حَقٌّ، كَمَا رُوِيَ فِي الْأَخْبَارِ
[41] Syafa’at yang disimpan beliau untuk mereka adalah benar adanya sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.
وَالْمِيثَاقُ الَّذِي
أَخَذَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ آدَمَ وَذُرِّيَّتِهِ حَقٌّ
[42] Perjanjian yang diambil Allah atas diri Adam dan anak cucunya (sebelum merekadilahirkan) benar adanya.
وَقَدْ عَلِمَ اللَّهُ
تَعَالَى فِيمَا لَمْ يَزَلْ عَدَدَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، وَعَدَدَ مَنْ
يَدْخُلُ النَّارَ، جُمْلَةً وَاحِدَةً، فَلَا يُزَادُ فِي ذَلِكَ الْعَدَدِ وَلَا
يُنْقَصُ مِنْهُ.
[43] Semenjak zaman azali, Allah telah mengetahui jumlah hamba-Nya yang akan masuk Surga dan jumlah yang akan masuk Neraka secara keseluruhan. Jumlah itu tak akan ditambah dan
dikurangi.
وَكَذَلِكَ
أَفْعَالُهُمْ فِيمَا عَلِمَ مِنْهُمْ أَنْ يَفْعَلُوهُ، وَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا
خُلِقَ لَهُ، وَالْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ، وَالسَّعِيدُ مَنْ سَعِدَ بِقَضَاءِ
اللَّهِ، والشَّقِيُّ مَنْ شَقِيَ بِقَضَاءِ اللَّهِ
[44] Demikian juga halnya perbuatan-perbuatan mereka yang telah Allah ketahui
apa yang akan mereka perbuat itu (juga tak akan berubah). Setiap pribadi akan
dimudahkan menjalani apa yang sudah menjadi takdirnya, sedangkan amalan-amalan itu (dinilai) bagaimana akhirnya. Orang yang
bahagia adalah orang yang bahagia karena ketetapan Allah dan orang yang
sengsara adalah orang yang sengsara karena ketetapan Allah.
وَأَصْلُ الْقَدَرِ
سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ، لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى ذَلِكَ مَلَكٌ
مُقَرَّبٌ، وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَالتَّعَمُّقُ وَالنَّظَرُ فِي ذَلِكَ
ذَرِيعَةُ الْخِذْلَانِ، وسُلم الْحِرْمَانِ، وَدَرَجَةُ الطُّغْيَانِ،
فَالْحَذَرَ كُلَّ الْحَذَرِ مِنْ ذَلِكَ نَظَرًا وَفِكْرًا وَوَسْوَسَةً، فَإِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى طَوَى عِلْمَ الْقَدَرِ عَنْ أَنَامِهِ، وَنَهَاهُمْ عَنْ
مَرَامِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: ﴿لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ
وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾ فَمَنْ سَأَلَ: لِمَ فَعَلَ؟ فَقَدْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ،
وَمَنْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ، كَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
[45] Asal dari takdir adalah rahasia Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tak dapat
diselidiki baik oleh malaikat yang dekat dengan-Nya, ataupun Nabi yang
diutus-Nya. Memberat-beratkan diri menyelidiki hal itu adalah sarana menuju
kehinaan, tangga keharaman, dan mempercepat penyelewengan. Waspadai dengan
kesungguhan dari seluruh pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran, dan
bisikan-bisikan tentang takdir tersebut karena Allah menutupi ilmu tentang
takdir-Nya agar tidak diketahui makhluk-Nya dan melarang mereka untuk mencoba
menggapainya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Allah tidak ditanya mengenai perbuatan-Nya tetapi manusialah yang akan
ditanya (dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya).” (QS.
Al-Anbiya [21]: 23) Barangsiapa yang bertanya: “Kenapa Allah berbuat demikan?”, berarti ia
menolak hukum al-Qur`an. Barangsiapa menolak hukum al-Qur`an, berarti ia
termasuk orang-orang kafir.
فَهَذَا جُمْلَةُ مَا
يَحْتَاجُ إِلَيْهِ مَنْ هُوَ مُنَوَّرٌ قَلْبُهُ مِنْ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ
تَعَالَى، وَهِيَ دَرَجَةُ الرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ؛ لِأَنَّ الْعِلْمَ
عِلْمَانِ: عِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَوْجُودٌ، وَعِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَفْقُودٌ،
فَإِنْكَارُ الْعِلْمِ الْمَوْجُودِ كُفْرٌ، وَادِّعَاءُ الْعِلْمِ الْمَفْقُودِ
كُفْرٌ، وَلَا يَثْبُتُ الْإِيمَانُ إِلَّا بِقَبُولِ الْعِلْمِ الْمَوْجُودِ،
وَتَرْكِ طَلَبِ الْعِلْمِ الْمَفْقُودِ
[46] Inilah sejumlah persoalan yang dibutuhkan oleh orang-orang yang terang
hatinya dari kalangan para wali Allah. Itulah derajat orang-orang yang sudah
mendalam ilmunya. Sebab, ilmu itu ada dua macam, yaitu: ilmu yang dapat digapai
makhluk (ilmu maujud/agama) dan ilmu yang tersembunyi baginya (ilmu
mafqud/ghaib). Mengingkari ilmu yang pertama adalah kekufuran. Dan mengaku-aku
memiliki ilmu yang kedua juga kekufuran. Keimanan tidak akan sempurna kecuali
dengan menerima ilmu yang harus digapai manusia, dan menghindarkan diri dari
mencari ilmu yang tersembunyi.
وَنُؤْمِنُ بِاللَّوْحِ
وَالْقَلَمِ، وَبِجَمِيعِ مَا فِيهِ قَدْ رُقِمَ، فَلَوِ اجْتَمَعَ
الْخَلْقُ كُلُّهُمْ عَلَى شَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّهُ كَائِنٌ،
لِيَجْعَلُوهُ غَيْرَ كَائِنٍ - لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ. وَلَوِ اجْتَمَعُوا
كُلُّهُمْ عَلَى شَيْءٍ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ، لِيَجْعَلُوهُ
كَائِنًا - لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ. جَفَّ الْقَلَمُ بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَا أَخْطَأَ الْعَبْدَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ، وَمَا
أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ
[47] Kita juga mengimani adanya al-Lauh al-Mahfudz, al-Qalam (pena), dan
segala yang tercatat di dalamnya. Seandainya seluruh makhluk bersepakat
terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan akan terjadi untuk
dibatalkannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Seandainya seluruh
makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan tidak akan
terjadi untuk direalisasikannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Pena
untuk mencatat apa yang akan terjadi hingga hari Kiamat telah kering. Apa yang
tidak menjadi takdir seorang hamba, tidak akan menimpanya dan apa yang menjadi
takdirnya, tidak akan meleset.
وَعَلَى الْعَبْدِ أَنْ
يَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ سَبَقَ عِلْمُهُ فِي كُلِّ كَائِنٍ مِنْ خَلْقِهِ،
فَقَدَّرَ ذَلِكَ تَقْدِيرًا مُحْكَمًا مُبْرَمًا، لَيْسَ فِيهِ نَاقِضٌ، وَلَا
مُعَقِّبٌ وَلَا مُزِيلٌ وَلَا مُغَيِّرٌ، وَلَا نَاقِصٌ وَلَا زَائِدٌ مِنْ
خَلْقِهِ فِي سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضِهِ
وَذَلِكَ مِنْ عَقْدِ
الْإِيمَانِ وَأُصُولِ الْمَعْرِفَةِ وَالِاعْتِرَافِ بِتَوْحِيدِ اللَّهِ
تَعَالَى وَرُبُوبِيَّتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: ﴿وَخَلَقَ كُلَّ
شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا﴾ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ
قَدَرًا مَقْدُورًا﴾، فَوَيْلٌ لِمَنْ صَارَ قَلْبُهُ فِي الْقَدَرِ قَلْبًا
سَقِيمًا، لَقَدِ الْتَمَسَ بِوَهْمِهِ فِي فَحْصِ الْغَيْبِ سِرًّا كَتِيمًا،
وَعَادَ بِمَا قَالَ فِيهِ أَفَّاكًا أَثِيْمًا
[48] Wajib bagi setiap hamba mengetahui bahwa ilmu Allah telah mendahului segala
sesuatu yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Dia telah menentukan takdir yang
baku yang tak bisa berubah. Tak ada seorang makhluk pun baik di langit maupun
di bumi yang dapat membatalkan, meralatnya, menghilangkannya, mengubahnya,
mengurangi, ataupun menambahnya.
Itulah ikatan keimanan dan dasar-dasar ma’rifat dan pengakuan terhadap
ke-Esa-an Allah dan rububiyyah-Nya, sebagaimana yang difirmankan dalam
al-Qur`an: “ Dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 2) Dan firman-Nya: “Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab [33]: 38) Maka celakalah orang
yang betul-betul menjadi musuh Allah dalam persoalan takdir-Nya. Dan
mengikutsertakan hatinya yang sakit untuk membahasnya. Karena lewat praduganya
ia telah mencari-cari dan menyelidiki ilmu ghaib yang merupakan rahasia
tersembunyi. Akhirnya, karena perkataannya tentang takdir itu, ia kembali
dengan membawa kedustaan dan dosa.
وَالْعَرْشُ
وَالْكُرْسِيُّ حَقٌّ
[49] ‘Arsy dan Kursi-Nya adalah
benar adanya.
[‘Arsy adalah makhluk
terbesar Allah menurut para ulama dan Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Sementara
Kursi adalah tempat meletakkan dua telapak kaki Allah. Perbandingan besarnya
Kursi dengan ‘Arsy adalah seperti gelang di lempar di padang pasir yang luas.
Sementara perbandingan Kursi dengan 7 langit-bumi seperti itu pula. Mahabesar
Allah]
وهُوَ مُسْتَغْنٍ عَنِ
العَرْشِ وَمَا دُوْنَهُ
[50] Dia tidak membutuhkan
‘Arsy-Nya dan apa yang ada di bawahnya.
مُحِيطٌ بِكُلِّ شَيْءٍ
وفَوْقَهُ، وقَدْ أعْجَزَ عَنِ الإحَاطَةِ خَلْقَهُ
[51] Dia menguasai segala sesuatu dan apa-apa yang ada di atasnya. Dan Dia tidak memberi kemampuan
kepada makhluk-Nya untuk
menguasai segala sesuatu.
وَنَقُولُ: إِنَّ
اللَّهَ اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا،
إِيمَانًا وَتَصْدِيقًا وَتَسْلِيمًا
[52] Kita juga menyatakan dengan
sepenuh iman, membenarkan, dan pasrah bahwa sesungguhnya Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sebagai kekasih-Nya,
dan mengajak Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berbicara dengan sebenar-benarnya.
وَنُؤْمِنُ
بِالْمَلَائِكَةِ وَالنَّبِيِّينَ، وَالْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ، وَنَشْهَدُ أَنَّهُمْ كَانُوا عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ
[53] Kita mengimani para
Malaikat, para Nabi, dan kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul. Kita
pun bersaksi, bahwa mereka berada di atas kebenaran yang nyata.
وَنُسَمِّي أَهْلَ
قِبْلَتِنَا مُسْلِمِينَ مُؤْمِنِينَ، مَا دَامُوا بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَرِفِينَ، وَلَهُ بِكُلِّ مَا قَالَهُ
وَأَخْبَرَ مُصَدِّقِينَ
[54] Kita menyebut mereka
yang (shalat) menghadap kiblat kita dengan (sebutan) kaum Muslimin dan kaum
Mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan membenarkan segala apa yang beliau ucapkan dan beritakan.
وَلَا نَخُوضُ فِي
اللَّهِ، وَلَا نُمَارِي فِي دِينِ اللَّهِ
[55] Kita tidak mengolok Allah dan tidak membantah (debat kusir) dalam masalah agamaAllah.
وَلَا نُجَادِلُ فِي
الْقُرْآنِ، وَنَشْهَدُ أَنَّهُ كَلَامُ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَزَلَ بِهِ
الرُّوحُ الْأَمِينُ، فَعَلَّمَهُ سَيِّدَ الْمُرْسَلِينَ مُحَمَّدًا صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهُوَ كَلَامُ اللَّهِ تَعَالَى، لَا يُسَاوِيهِ
شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ الْمَخْلُوقِينَ، وَلَا نَقُولُ بِخَلْقِهِ، وَلَا نُخَالِفُ
جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ
[56] Kita tidak menyanggah
Al-Qur’an, dan kita bersaksi bahwa ia
adalah Kalam Rabbul ‘Alamin, diturunkan dengan perantaraan Ruhul Amin (Malaikat Jibril), lalu diajarkan kepada Penghulu para Nabi yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa ‘ala alaihi ajma’in. Ia adalah Kalamullah yang tak akan dapat
disamakan dengan ucapan makhluk-makhluk-Nya. Kita pun tidak mengatakannya sebagai
makhluk dan (dengan itu) kita tidak akan menyelisihi Jama’ah kaum Muslimin.
وَلَا نُكَفِّرُ
أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ بِذَنْبٍ، مَا لَمْ يَسْتَحِلَّهُ
[57] Kita tidak
mengafirkan Ahli Kiblat (kaum Muslimin) hanya karena suatu dosa, selama dia
tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang dihalalkan.
وَلَا نَقُولُ لَا
يَضُرُّ مَعَ الْإِيمَانِ ذَنْبٌ لِمَنْ عَمِلَهُ
[58] Namun kita juga tidak
mengatakan bahwa dosa itu sama
sekali tidak berbahaya bagi orang yang melakukannya selama ia masih beriman.
وَنَرْجُو
لِلْمُحْسِنِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَيُدْخِلَهُمُ الْجَنَّةَ
بِرَحْمَتِهِ، وَلَا نَأْمَنُ عَلَيْهِمْ، وَلَا نَشْهَدُ لهم بالجنة، ونستغفر
لمسيئهم، وَنَخَافُ عَلَيْهِمْ، وَلَا نُقَنِّطُهُمْ
[59] Kita berharap
orang-orang baik dari kaum Mukminin diampuni dan dimasukkan Surga dengan
rahmat-Nya, tidak menganggap mereka aman dan memvonis mereka dengan Surga. Kita
juga berharap orang-orang yang berbuat fajir (kemaksiatan) dari kalangan Mukminin diampuni dosa-dosa mereka,
mengkhawatirkan mereka dan tidak menjadikan mereka berputus asa (dari rahmat
Allah).
وَالْأَمْنُ
وَالْإِيَاسُ يَنْقُلَانِ عَنْ مِلَّةِ الْإِسْلَامِ، وَسَبِيلُ الْحَقِّ
بَيْنَهُمَا لِأَهْلِ الْقِبْلَةِ
[60] Merasa aman (dari siksa) dan putus asa (dari ampunan Allah), keduanya dapat mengeluarkan dari Islam. Jalan yang benar bagi orang Islam
adalah antara keduanya.
وَلَا يَخْرُجُ
الْعَبْدُ مِنَ الْإِيمَانِ إِلَّا بِجُحُودِ مَا أَدْخَلَهُ فِيهِ
[61] Seorang hamba hanya
akan keluar dari keimanannya kalau ia mengingkari apa yang telah ia imani.
وَالْإِيمَانُ: هُوَ
الْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالْجَنَانِ
[62] Iman adalah
[pembenaran dalam hati], pengakuan dengan lidah, dan pembuktian dengan anggota
badan.
وَجَمِيعُ مَا صَحَّ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الشَّرْعِ
وَالْبَيَانِ كُلُّهُ حَقٌّ
[63] Seluruh yang diriwayatkan
dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberupa syari’at dan bayan (ilmu) adalah benar adanya.
وَالْإِيمَانُ وَاحِدٌ،
وَأَهْلُهُ فِي أَصْلِهِ سَوَاءٌ، وَالتَّفَاضُلُ بَيْنَهُمْ بِالْخَشْيَةِ
وَالتُّقَى، وَمُخَالِفَةِ الْهَوَى، وَمُلَازِمَةِ الْأَوْلَى
[64] Iman itu satu bentuk.
Pemilik keimanan tersebut dilihat dari asal imannya adalah sama. Keutamaan di antara
mereka diukur dengan ketakwaan, rasa takut
kepada Allah, menghindari hawa nafsu, dan melakukan sesuatu yang lebih utama.
وَالْمُؤْمِنُونَ
كُلُّهُمْ أَوْلِيَاءُ الرَّحْمَنِ، وَأَكْرَمُهُمْ عِنْدَ الله أَطْوَعُهُمْ
وَأَتْبَعُهُمْ لِلْقُرْآنِ
[65] Kaum Mukminin
seluruhnya adalah wali-wali Ar-Rahman. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat dan paling
ittiba’ dengan ajaran Al-Qur’an.
وَالْإِيمَانُ: هُوَ
الْإِيمَانُ بِاللَّهِ، وَمَلَائِكَتِه، وَكُتُبِه، وَرُسُلِه، وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ، وَالْقَدَرِ، خَيْرِه وَشَرِّه، وَحُلْوِه وَمُرِّه، مِنَ اللَّهِ
تَعَالَى
[66] Pengertian Iman adalah beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir: baik maupun buruk, manis maupun pahit, semuanya berasal dari Allah.
وَنَحْنُ مُؤْمِنُونَ
بِذَلِكَ كُلِّهِ، لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِه، وَنُصَدِّقُهُمْ
كُلَّهُمْ عَلَى مَا جَاءُوا بِهِ
[67] Kita mengimani semua
itu. Kita tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para Rasul. Kita
membenarkan mereka semua beserta apa yang mereka bawa.
وَأَهْلُ الْكَبَائِرِ
[مِنْ أُمَّة مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فِي النَّارِ لَا
يُخَلَّدُونَ، إِذَا مَاتُوا وَهُمْ مُوَحِّدُونَ وَإِنْ لَمْ يَكُونُوا
تَائِبِينَ بَعْدَ أَنْ لَقُوا اللَّهَ عَارِفِينَ. وَهُمْ فِي مَشِيئَتِه
وَحُكْمِه، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ وَعَفَا عَنْهُمْ بِفَضْلِه، كَمَا ذَكَرَ
عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِه: ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾،
وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ فِي النَّارِ بِعَدْلِه، ثُمَّ يُخْرِجُهُمْ مِنْهَا
بِرَحْمَتِه وَشَفَاعَة الشَّافِعِينَ مِنْ أَهْلِ طَاعَتِه، ثُمَّ يَبْعَثُهُمْ
إِلَى جَنَّتِه. وَذَلِكَ بِأَنَّ الله تعالى مَوَلَّى أَهْلَ مَعْرِفَتِه، وَلَمْ
يَجْعَلْهُمْ فِي الدَّارَيْنِ كَأَهْلِ نَكَرَتِه، الَّذِينَ خَابُوا مِنْ
هِدَايَتِه، وَلَمْ يَنَالُوا مِنْ وِلَايَتِه. اللَّهُمَّ يَا وَلِي الْإِسْلَامِ
وَأَهْلِه، ثَبِّتْنَا عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى نَلْقَاكَ بِهِ
[68] Para pelaku dosa
besar [di kalangan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam](bisa) masuk Neraka, namun mereka tak akan kekal di dalamnya asal mereka mati dalam keadaan bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat namun
mereka menemui Allah (mati) dengan menyadari dosa mereka. Mereka diserahkan
kepada kehendak dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki, maka mereka dapat
diampuni dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya, sebagaimana yang
difirmankan Allah ‘azza wajalla: “Dan Dia mengampuni dosa (yang
tingkatannya) di bawah (dosa) syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48 & 116). Dan jika Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya di Neraka dengan keadilan-Nya, lalu Allah akan mengeluarkan mereka dari dalamnya dengan rahmat-Nya dan syafa’at
orang yang berhak memberi syafa’at di kalangan hamba-Nya yang ta’at. Lalu
mereka pun diangkat ke Surga-Nya. Hal itu karena Allah adalah Wali bagi siapa yang berma’rifah
kepada-Nya, maka Dia pun tidak menjadikan keadaan mereka di dunia dan di
akhirat sama seperti mereka yang tidak berma’rifah kepada-Nya. Yaitu mereka
yang luput, tak mendapatkan petunjuk-Nya, dan tidak dapat memperoleh hak
kewalian-Nya. Wahai Dzat yang menjadi Wali bagi Islam dan pemeluknya,
teguhkanlah kami di atas Islam sampai bertemu dengan-Mu.
[Dalam tanda
kurung-tutup tidak terdapat dalam sebagian cetakan lainnya dan ini yang benar
karena dalil yang ada tidak mengkhususkan hanya umat Nabi Muhammad saja. Umat
manapun yang bertauhid tidak akan kekal di Neraka.]
وَنَرَى الصَّلَاةَ
خَلْفَ كُلِّ بَرٍّ وَفَاجِرٍ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَة، وَعَلَى مَنْ مَاتَ
مِنْهُمْ
[69] Kami menganggap sah
shalat (jama’ah) di belakang Imam, baik yang shalih maupun yang fasik dari
kalangan Ahli Kiblat dan menshalatkan siapa saja yang meninggal di antara mereka.
وَلَا نُنْزِلُ أَحَدًا
مِنْهُمْ جَنَّة وَلَا نَارًا، وَلَا نَشْهَدُ عَلَيْهِمْ بِكُفْرٍ وَلَا بِشِرْكٍ
وَلَا بِنِفَاقٍ، مَا لَمْ يَظْهَرْ مِنْهُمْ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ، وَنَذَرُ
سَرَائِرَهُمْ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
[70] Kita tak boleh memastikan mereka masuk
Surga atau Neraka. Kita juga
tidak bolehbersaksi bahwa mereka
itu kafir, musyrik, atau munafik, selama semua itu tidak tampak nyata dari diri mereka. Kita
menyerahkan rahasia hati mereka kepada Allah Ta’ala.
وَلَا نَرَى السَّيْفَ
عَلَى أَحَدٍ مِنْ أُمَّة مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا
مَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ السَّيْفُ
[71] Kita tidak boleh memerangi seorang pun dari ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali terhadap mereka yang wajib diperangi.
وَلَا نَرَى الْخُرُوجَ
عَلَى أَئِمَّتِنَا وَوُلَاة أُمُورِنَا، وَإِنْ جَارُوا، وَلَا نَدْعُو
عَلَيْهِمْ، وَلَا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَتِهِمْ، وَنَرَى طَاعَتَهُمْ مِنْ
طَاعَة اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَرِيضَة، مَا لَمْ يَأْمُرُوا بِمَعْصِيَة،
وَنَدْعُوا لَهُمْ بِالصَّلَاحِ وَالْمُعَافَاة
[72] Kita tidak
boleh memberontak pemimpin-pemimpin kita dan Ulul ‘Amri kita,
meskipun mereka berbuat zhalim. Kita tidak mendoakan keburukan bagi mereka dan tidak berlepas diri dengan tidak taat kepada mereka. Kita berkeyakinan bahwa mentaati mereka
sepanjang dalam ketaatan kepada Allah adalah wajib, selama mereka tidak
menyuruh berbuat maksiat. Kita tetap mendoakan kebaikan untuk mereka berupa
kebaikan jiwa dan kesehatan.
وَنَتَّبِعُ السنة
وَالْجَمَاعَة، وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالْخِلَافَ وَالْفُرْقَة
[73] Kita tetap mengikuti
As-Sunnah dan Al-Jama’ah, menghindari sesuatu yang aneh, perselisihan, dan perpecahan.
وَنُحِبُّ أَهْلَ
العَدْلِ والأمَانَةِ، ونَبْغَضُ أَهْلَ الجَوْرِ والخِيَانَةِ
[74] Kita mencintai orang
yang adil dan menjaga amanah serta membenci orang yang zhalim dan khianat.
وَنَقُولُ: اللَّهُ
أَعْلَمُ، فِيمَا اشْتَبَه عَلَيْنَا عِلْمُه
[75] Kita mengucapkan Allahu A’lam terhadap sesuatu yang masih samar ilmunya bagi kita.
وَنَرَى المَسْحَ عَلى
الخُفَّيْنِ، في السَّفَرِ والحَضَرِ، كَما جَاءَ في الأَثَرِ
[76] Kita berpendapat
disyari’atkannya mengusap khuff (sepatu) baik di
waktu mukim maupun safar (bepergian), sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat.
وَالْحَجُّ
وَالْجِهَادُ مَاضِيَانِ مَعَ أُولِي الْأَمْرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، بَرِّهِمْ
وَفَاجِرِهِمْ، إِلَى قِيَامِ السَّاعَة، لَا يُبْطِلُهُمَا شَيْءٌ وَلَا
يَنْقُضُهُمَا
[77] Jihad dan ibadah haji
dilakukan bersama Ulul ‘Amri dari
kaum Muslimin, baik yang shalih
maupun yang fasik, hingga hari kiamat.
Keduanya tak dapat dibatalkan dan dirusak oleh segala sesuatu.
وَنُؤْمِنُ
بِالْكِرَامِ الْكَاتِبِينَ، فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ جَعَلَهُمْ عَلَيْنَا
حَافِظِينَ
[78] Kita mengimani para
Malaikat yang Mulia, pencatat amal manusia. Sesungguhnya Allah telah menjadikan
mereka sebagai pengawas bagi kita.
وَنُؤْمِنُ بِمَلَكِ
الْمَوْتِ، الْمُوَكَّلِ بِقَبْضِ أَرْوَاحِ الْعَالَمِينَ
[79] Kita juga mengimani
Malaikat Maut yang diberi tugas mencabut nyawa para makhlukhidup.
وَبِعَذَابِ الْقَبْرِ
لِمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلًا، وَسُؤَالِ مُنْكَرٍ وَنَكِيرٍ فِي قَبْرِه عَنْ رَبِّه
وَدِينِه وَنَبِيِّه، عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الْأَخْبَارُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَنِ الصَّحَابَة رِضْوَانُ الله عَلَيْهِمْ
[80] Kita pun mengimani
adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya dan juga pertanyaan
Malaikat Munkar dan Nakir di dalam kuburnya tentang Rabb-nya,agamanya, dan Rasul-Nya berdasarkan riwayat-riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat ridwanullahu ‘alaihim ajma’in.
وَالقَبْرُ رَوْضَةٌ
مِنْ رِيَاضِ الجنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النِّيرَانِ
[81] Alam kubur adalah
taman-taman Surga atau
kubangan-kubangan Neraka.
وَنُؤْمِنُ بِالبَعْثِ
وَجَزَاءِ الأعْمَالِ يَوْمَ القِيَامَةِ، والعَرْضِ والحِسَابِ، وقِرَاءَةِ
الكِتَابِ، والثَّوابِ والعِقَابِ، والصِّرَاطِ والميزَانِ
[82] Kita juga mengimani
Hari Ba’ats (kebangkitan) dan balasan amal perbuatan pada hari Kiamat, kita juga mengimani ‘ard (ditampakkannya amal perbuatan) dan hisab, pembacaan catatan amal, pahala dan siksa, shirat (jembatan
yang membentang di punggung Neraka menuju Surga), dan al-mizan (timbangan).
وَالْجَنَّةُ
وَالنَّارُ مَخْلُوقَتَانِ، لَا تَفْنَيَانِ أَبَدًا وَلَا تَبِيدَانِ، فَإِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ قَبْلَ الْخَلْقِ، وَخَلَقَ
لَهُمَا أَهْلًا، فَمَنْ شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ فَضْلًا مِنْهُ، وَمَنْ
شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى النَّارِ عَدْلًا مِنْهُ، وَكُلٌّ يَعْمَلُ لِمَا قَدْ
فُرِغَ لَهُ، وَصَائِرٌ إِلَى مَا خُلِقَ لَهُ
[83] Surga dan Neraka adalah dua makhluk yang tidak akan lenyap selamanya dan tidak akan binasa. Sesungguhnya
Allah telah menciptakan Surga dan Neraka sebelum penciptaan makhluk lain dan Allah-pun menciptakan penghuni bagi keduanya. Siapa
dari mereka yang dikehendaki-Nya masuk Surga maka itu karunia dari-Nya dan
siapa dari mereka yang dikehendaki-Nya masuk Neraka maka itu keadilan dari-Nya.
Masing-masing manusia beramal sesuai takdirnya dan menjadi sesuai untuk apa
penciptaannya.
وَالْخَيْرُ وَالشَّرُّ
مُقَدَّرَانِ عَلَى الْعِبَادِ
[84] Kebaikan dan
keburukan seluruhnya telah ditakdirkan atas para hamba.
وَالِاسْتِطَاعَةُ
الَّتِي يَجِبُ بِهَا الْفِعْلُ، مِنْ نَحْوِ التَّوْفِيقِ الَّذِي لا يجوز أن
يُوصَفُ الْمَخْلُوقُ بِهِ - تَكُونُ مَعَ الْفِعْلِ. وَأَمَّا الِاسْتِطَاعَةُ
مِنْ جِهَةِ الصِّحَّةِ وَالْوُسْعِ، وَالتَّمْكِينِ وَسَلَامَةِ الْآلَاتِ -
فَهِيَ قَبْلَ الْفِعْلِ، وَبِهَا يَتَعَلَّقُ الْخِطَابُ، وَهُوَ كَمَا قَالَ
تَعَالَى: ﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾
[85] Kemampuan, yang
dengan wujudnya datang kewajiban amal adalah semacam taufik yang bukan
merupakan kriteria mahkluk. Adapun kemampuan dalam arti kesehatan tubuh,
potensi, kekuatan, dan selamatnya diri dari bermacam musibah, adalah persiapan
sebelum melakukan amalan. Dengan itulah hukum tersebut digantungkan,
sebagaimana yang difirmankan Allah: “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sebataskesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
وَأَفْعَالُ الْعِبَادِ
خَلْقُ اللَّهِ وَكَسْبٌ مِنَ الْعِبَادِ
[86] Perbuatan-perbuatan para hamba adalah
makhluk Allah dan usaha dari para hamba.
وَلَمْ يُكَلِّفْهُمُ
اللَّهُ تَعَالَى إِلَّا مَا يُطِيقُونَ، وَلَا يُطِيقُونَ إِلَّا مَا
كَلَّفَهُمْ. وَهُوَ تَفْسِيرُ"لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللَّهِ"، نَقُولُ: لَا حِيلَةَ لِأَحَدٍ، وَلَا تَحَوُّلَ لِأَحَدٍ، وَلَا
حَرَكَةَ لِأَحَدٍ عَنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ، إِلَّا بِمَعُونَةِ اللَّهِ، وَلَا
قُوَّةَ لِأَحَدٍ عَلَى إِقَامَةِ طَاعَةِ اللَّهِ وَالثَّبَاتِ عَلَيْهَا إِلَّا
بِتَوْفِيقِ اللَّهِ
[87] Allah hanya membebani
mereka sebatas yang mereka mampu. Dan mereka pun memang tidak akan mampu
melainkan sebatas apa yang dibebankan Allah atas mereka. Itulah pengertian
kalimat Laa haula wa laa
quwwata illa billah. Kita mengatakan: tidak
ada upaya bagi seorang pun, dan tidak ada gerakan bagi seorang pun, juga tidak
ada daya bagi seorang pun dari (menjauhi) maksiat melainkan dengan pertolongan Allah. Dan tidak
ada kekuatan bagi seorang pun untuk melaksanakan dan bertahan dalam ketaatan kepada Allah melainkan dengan taufik Allah.
وَكُلُّ شَيْءٍ يَجْرِي
بمَشِيئَةِ الله تعالَى وَعِلْمِهِ وَقَضَائِهِ وَقَدَرِهِ غَلَبَتْ
مَشيئتُهُ المَشِيئَاتِ كُلَّهَا، وَغَلَبَ قَضَاؤُهُ الْحِيَلَ كُلَّهَا.
يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ، وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ أَبَدًا، تَقَدَّسَ عَنْ كُلِّ
سُوْءٍ وَحِينٍ، وتَنَـزَّهَ عَن كلِّ عَيْبٍ وَشَيْنٍ: ﴿لَا يُسْأَلُ عَمَّا
يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾
[88] Segala sesuatu
berlaku menurut kehendak Allah, ilmu-Nya, keputusan-Nya, dan takdir-Nya. Kehendak-Nya
mengalahkan seluruh kehendak. Takdirnya mengalahkan seluruh upaya. Dia berbuat sekehendak-Nya tanpa
zhalim selama-lamanya. Dia tersucikan dari semua keburukan dan kejatahan, dan
tersucikan dari segala aib dan kekurangan.“Tidaklah Dia ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tetapi merekalah yang
akan ditanya tentang apa yang mereka perbuat).” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 23)
وفي دُعَاءِ الأَحْياءِ
وَصَدَقَاتِهم مَنْفَعَةٌ لِلأَمْوَات
[89] Do’a dan sedekah
orang yang hidup dapat bermanfaat bagi mereka yang sudah mati.
وَاللَّهُ تَعَالَى
يَسْتَجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَقْضِي الْحَاجَاتِ
[90] Allah Ta’ala mengabulkan segala
do’a dan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya.
وَيَمْلِكُ كُلَّ
شَيْءٍ، وَلَا يَمْلِكُهُ شَيْءٌ. وَلَا غِنَى عَنِ اللَّهِ تَعَالَى طَرْفَةَ
عَيْنٍ، وَمَنِ اسْتَغْنَى عَنِ اللَّهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ، فَقَدْ كَفَرَ وَصَارَ
مِنْ أَهْلِ الْحَيْنِ
[91] Dia memiliki segala
sesuatu namun tidak dimiliki oleh sesuatu. Tidak sekejap pun (hamba-hamba-Nya) lepas dari rasa butuh kepada-nya. Barangsiapa yang
merasa tak butuh kepada Allah sekejap pun, dia telah kafir dan termasuk orang yang binasa.
واللَّهُ يَغْضَبُ
وَيَرْضَى، لاَ كَأَحَدٍ مِنَ الوَرَى
[92] Allah (bisa) benci dan ridha tetapi
tidak seperti satu pun dari makhluk.
وَنُحِبُّ أَصْحَابَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نُفَرِّطُ فِي حُبِّ
أَحَدٍ مِنْهُمْ، وَلَا نَتَبَرَّأُ مِنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ. وَنُبْغِضُ مَنْ
يُبْغِضُهُمْ، وَبِغَيْرِ الْخَيْرِ يَذْكُرُهُمْ. وَلَا نَذْكُرُهُمْ إِلَّا
بِخَيْرٍ. وَحُبُّهُمْ دِينٌ وَإِيمَانٌ وَإِحْسَانٌ، وَبُغْضُهُمْ كُفْرٌ
وَنِفَاقٌ وَطُغْيَانٌ
[93] Kita mencintai para
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, namun tidak
berlebihan dalam mencintai salah seorang di antaranya. Tidak juga kita bersikap
meremehkan terhadap seorang pun dari mereka. Kita membenci siapa-siapa yang
membenci mereka dan siapa-siapa yang menyebutkan mereka dengan kejelekan. Kita
pun hanya menyebut mereka dalam kebaikan. Mencintai mereka adalah agama, keimanan, dan ihsan,sementara membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan melampaui
batas.
وَنُثْبِتُ
الْخِلَافَةَ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلًا
لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، تَفْضِيلًا لَهُ وَتَقْدِيمًا
عَلَى جَمِيعِ الْأُمَّةِ، ثُمَّ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، ثُم لِعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، ثُمَّ لِعَلِيٍّ بن أبي طَالبٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَهُمُ الخُلَفَاءُ الرَّاشدُونَ والأئِمَّةُ المُهْتَدُون
[94] Kita mengakui
kekhalifahan sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang pertama adalah Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu karena
keutamannya danketerdahuluannya atas semua umat Islam. Kemudian ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Setelah itu ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ‘Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu. Merekalah yang disebut dengan Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun dan para imam yang mendapat petunjuk.
وَأَنَّ الْعَشَرَةَ
الَّذِينَ سَمَّاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَبَشَّرَهُمْ بِالْجَنَّةِ، نَشْهَدُ لَهُمْ بِالْجَنَّةِ، عَلَى مَا شَهِدَ
لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَوْلُهُ الْحَقُّ،
وَهُمْ. أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَطَلْحَةُ،
وَالزُّبَيْرُ، وَسَعْدٌ، وَسَعِيدٌ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَأَبُو
عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ، وَهُوَ أَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ
[95] Sepuluh orang sahabat
yang disebut-sebut Nabi dan diberi kabar gembira sebagai penghuni Surga, kita akui sebagai penghuni Surga berdasarkan persaksian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkataan beliau adalah benar. Mereka adalah: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah [bin ‘Ubaidillah], Az-Zubeir [bin
Al-Awwam], Sa’ad [bin Abi Waqqas], Sa’id [bin Zaid], Abdurrahman bin ‘Auf, dan
Abu ‘Ubaidah Al-Jarrah sebagai orang terpercaya umat ini radhiyallahu ‘anhum.
وَمَنْ أَحْسَنَ
الْقَوْلَ فِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ مِنْ كُلِّ دَنَسٍ، وَذُرِّيَّاتِهِ الْمُقَدَّسِينَ
مِنْ كُلِّ رِجْسٍ، فَقَدَ بَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
[96] Barangsiapa yang
membaguskan ucapannya terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istri beliau yang bersih dari segala noda serta anak cucu beliau yang
suci dari segala najis, maka orang itu telah selamat dari kemunafikan.
وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ
مِنَ السَّابِقِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ - أَهْلِ الْخَيْرِ
وَالْأَثَرِ، وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ - لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا
بِالْجَمِيلِ، وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فَهُوَ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلِ
[97] Para ‘ulama As-Salaf
terdahulu [para sahabat] dan yang sesudah mereka dari kalangan Tabi’in adalah
pelaku kebaikan dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul. Mereka semuanya
harus disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang menjelek-jelekkan mereka, maka
dia tidak berada di atas jalan mereka (para sahabat).
وَلَا نُفَضِّلُ
أَحَدًا مِنَ الْأَوْلِيَاءِ عَلَى أَحَدٍ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ
السَّلَامُ، وَنَقُولُ: نَبِيٌّ وَاحِدٌ أَفْضَلُ مِنْ جَمِيعِ الْأَوْلِيَاءِ
[98] Kita tidak
mengutamakan salah seorang pun di antara para wali Allah di atas seorangdari
para Nabi ‘Alaihimus Sallam. Bahkan kita
mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh
para wali.
وَنُؤْمِنُ بِمَا جَاءَ
مِنْ كَرَامَاتِهِم، وَصَحَّ عَنِ الثِّقَاتِ مِنْ رِوَايَاتِهِم
[99] Kita mengimani adanya
karomah-karomah mereka dan segala
riwayat tentang mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
وَنُؤْمِنُ
بِأَشْرَاطِ السَّاعَةِ: مِنْ خُرُوجِ الدَّجَّال، ونُزُولِ عِيسَى بنِ مَرْيَمَ
عَلَيْهِ السَّلامُ مِنَ السَّماءِ، وَنُؤْمِنُ بِطُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ
مَغْرِبِهَا، وَخُرُوجِ دَابَّةِ الأرْضِ مِنْ مَوْضِعِهَا
[100] Kita juga mengimani
adanya tanda-tanda hari kiamat berupa keluarnya Ad-Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa ‘Alaihis Sallam dari langit. Kita
juga mengimani terbitnya matahari dari barat dan keluarnya Ad-Dabbah [binatang
yang dapat berbicara seperti manusia] dari kediamannya.
وَلاَ نُصَدِّقُ
كَاهِناً وَلاَ عَرَّافاً، وَلاَ مَنْ يَدَّعِي شَيْئاً يُخَالِفُ الكِتَابَ
والسُّنَّةَ وإجْمَاعَ الأُمَّةِ
[101] Kita tidak
mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap orang yang
mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma’ kaum
Muslimin.
وَنَرَى
الجَمَاعَةَ حَقًّا وَصَوَاباً، والفُرْقَةَ زَيْغاً وَعَذَاباً
[102] Kita meyakini bahwa
Al-Jama’ah adalah haq dan
kebenaran, sementara pepecahan adalah penyimpangan dan
siksaan.
وَدِينُ اللَّهِ
فِي الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاحِدٌ، وَهُوَ دِينُ الْإِسْلَامِ، قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى: ﴿إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ﴾، وقال تعالى ﴿وَرَضِيتُ
لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا﴾
[103] Agama Allah di langit dan di bumi hanyalah satu, yaitu agama Islam, Allah berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19) Dia juga berfirman: “Dan telah Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3).
وَهُو بَيْنَ
الغُلُوِّ والتَّقْصِيرِ، وَبَيْنَ التَّشْبِيهِ والتَّعْطِيلِ، وَبَيْنَ الجَبْرِ
وَالقَدَرِ، وَبَيْنَ الأَمْنِ وَالإيَاسِ
[104] Dan Islam itu berada
di antara sikap berlebih-lebihan (guluw) dan sikap meremehkan(taqshir), antara tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk) danta’thil (menafikkan/meniadakan makna/lafazh sifat-sifat itu), antara Jabariyah (kaum yangberanggapan
manusia dipaksa takdir) dan Al-Qadariyah (kaum yang beranggapan
keburukan bukan takdir), dan antara yang
merasa aman dari siksa Allah dan yang putus asa dari rahmat Allah.
فَهَذَا دِينُنَا
وَاعْتِقَادُنَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا، وَنَحْنُ بُرَآءُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
مِنْ كُلِّ مَنْ خَالَفَ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ وَبَيَّنَّاهُ، وَنَسْأَلُ اللَّهَ
تَعَالَى أَنْ يُثَبِّتَنَا عَلَى الْإِيمَانِ، وَيَخْتِمَ لَنَا بِهِ،
وَيَعْصِمَنَا مِنَ الْأَهْوَاءِ الْمُخْتَلِفَةِ، وَالْآرَاءِ الْمُتَفَرِّقَةِ،
وَالْمَذَاهِبِ الرَّدِيَّةِ، مِثْلِ الْمُشَبِّهَةِ، وَالْمُعْتَزِلَةِ،
وَالْجَهْمِيَّةِ، وَالْجَبْرِيَّةِ، وَالْقَدَرِيَّةِ، وَغَيْرِهِا، مِنَ
الَّذِينَ خَالَفُوا السُّنَّةَ والْجَمَاعَةَ، وَحَالَفُوا الضَّلَالَةَ،
وَنَحْنُ مِنْهُمْ بُرَآءُ، وَهُمْ عِنْدَنَا ضُلَّالٌ وَأَرْدِيَاءُ. وَبِاللَّهِ
الْعِصْمَةُ وَالتَّوْفِيقُ
[105] Inilah agama dan
keyakinan kami lahir maupun batin. Kami berlepas diri dengan kembali kepada
Allah dari setiap yang
menyelisihi apa yang kami sebutkan dan kami jelaskan. Kita memohon kepada Allah
untuk menetapkan diri kita di atas
keimanan, mematikan kita dengan keyakinan itu, memelihara kita dari pengaruh
hawa nafsu yang bermacam-macam, dan dari pendapat-pendapat yang beraneka ragam,
dan mahdzab-mahdzab yang jelek, seperti: Mu’tazilah, Al-Jahmiyyah,
Al-Jabriyyah, Al-Qadariyyah,dan lain-lain, dari kalangan mereka yang
menyelisihi Al-Jama’ah dan bersanding dengan
kesesatan. Kita berlepas diri dari mereka. Dan mereka menurut kami adalah
orang-orang sesat dan jahat. Hanya
dengan Allah-lah penjangaan dan taufiq.[]
0 komentar:
Posting Komentar