Korelasi antara
Puasa Sunnah terhadap Kestabilan Libido Seksual, Kontrol Emosional, dan Psikis Pemuda-pemudi
Muslim
Haidar Ahmad
Mujadidi
Program Studi Psikologi Islam, Fakultas Dakwah, Institut Agama
Islam Salatiga
bermain.petakumpet@gmail.com
ABSTRAK
Kenakalan
remaja saat ini terbilang cukup tinggi dan mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi di Era Globalisasi.
Terlepas dari itu, sebenarnya agama Islam telah menawarkan solusi praktis untuk
mengendalikan kenakalan remaja tersebut, yaitu puasa. Ibadah puasa sendiri
sendiri terbagi menjadi beberapa macam; puasa wajib ramadhan, puasa wajib
nazar, puasa sunnah dawud, dan puasa sunnah senin-kamis. Berlandaskan hadist
nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wa salam, maka diharapkan dengan berpuasa, para
remaja diharapkan mampu mengendalikan emosi mereka yang labil, sehingga angka
kenakalan remaja dapat ditekan jumlahnya. Maka, jurnal ini disusun untuk
menguatkan dalil hadist tadi dengan melakukan penelitian ilmiah terhadap teori
sebelumnya dan membuat metode penelitian kualitatif berupa pengumpulan data wawancara
dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kolerasi antara
hubungan puasa sunnah terhadap kestabilan libido seksual remaja dan
kecenderungan melakukan hal-hal posistif.
Kata kunci: Puasa sunnah, kestabilan
libido seksual, remaja
PENDAHULUAN
Al-Quran
dan hadist sebagai pedoman hidup
Al-Qur’an dan hadist adalah wahyu yang
merupakan sumber hukum yang menjadi pedoman hidup manusia. Di dalamnya mencakup
berbagai disiplin ilmu berupa ilmu tauhid, hukum halal-haram, dan kisah
orang-orang terdahulu. Maka, sudah jadi barang tentu bahwa siapa saja yang
tidak menjadikan Al-Qur’an dan hadist sebagai falsafah hidupnya
maka kelak akan ditemui berbagai kesukaran dalam kehidupan karena telah
menyalahi fitrohnnya sebagai manusia.
Dua sumber hukum ini, yang kebanyakan orang
beranggapan, hanya mengatur masalah agama, ibadah, dan surga-neraka ternyata merupakan persepsi yang salah kaprah. Sebab, jika dikaji
lebih mendalam maka banyak kita jumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun nash-nash hadist yang bercerita
tentang ilmu pengetahuan, baik tersirat maupun tersurat. Sudah menjadi fenomena
yang tidak langka tatkala kita menjumpai ada beberapa ilmuan barat yang takjub
dengan keselarasan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist terhadap hasil penelitian
mereka, bahkan tidak jarang pula ada yang menyatakan kalimat syahadat. Maka
tidak diragukan lagi bahwa al-quran dan hadist adalah sumber dari segala sumber
ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat.
Berkaitan dengan hal tersebut, kami ingin
menukil sedikit tentang keajaiban kolerasi antara wahyu dan ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini, kami akan mengulas bagaimana Islam
mensyariatkan kepada pemeluk-pemeluknya ibadah puasa. Bagaimana
pengaruhnya terhadap kesehatan rohani,
khususnya pemuda dan remaja.
Remaja dan pemuda
Masa remaja merupakan suatu fase tumbuh kembang
yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa remaja adalah periode
transisi dari masa kanak-kakak ke masa dewasa. Kata remaja berasal dari istilah
adolescence yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan, baik itudari segi
emosional, sosial, fisik, psikis, dan juga dari segi mental. Batasan usia
remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun.
Demikian juga perubahan
emosi dan kecenderungan untuk menyukai lawan jenis sudah muncul, dan hal ini
adalah wajar.
Sebenarnya tidak ada perbedaan antara pemuda dan
remaja. Cuma kalau lebih diperhatikan kedua nama atau istilah tersebut beda
penempatan dalam kondisi dan peran sosial. Pemuda lebih ditermpatkan dalam ha
politik dan sosial, sedangkan remaja ditempatkan dalam hal budaya populer dan
gaya hidup.[1]
Kemudian masa setelah itu adalah masa menuju
kematangan pikiran, usia, dan organ tubuh yaitu masa dewasa. Di masa dewasa inilah
seseorang dianjurkan untuk menikah.
Syari’at puasa bagi pemuda-pemudi muslim
عَنْ
عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda pada
kami:
“Wahai generasi muda,
barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena
ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”
[Muttafaq Alaihi][2]
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa bagi para
pemuda yang memiliki kemampuan finasial dan biologis untuk menikah dan apabila
masih lajang dan belum menikah disyari’atkan untuk berpuasa karena itu lebih
menjaga pandangan dan memelihara kemaluan dari perbuatan zina. Mengapa demikian? Karena
puasa adalah perisai dan suatu metode untuk
mengendalikan diri, yaitu emosi dan libido seksual.
Berkaca pada hadist
tersebut, jika seorang remaja atau seorang pemuda yang merasa sudah memiliki
kemampuan seks namun belum mampu secara materi maka belum dianjurkan untuk
menikah. Namun pada kenyataannya menahan saja belum cukup untuk membendung
kecenderungan seks pada lawan jenis, diperlukan terapi khusus untuk menangani
masalah tersubut, yaitu dengan berpuasa. Puasa dapat menahan hawa nafsu manusia
karena pada pada dasarnya orang yang berpuasa tidak boleh makan dan minum serta
berhubungan badan, intinya hal-hal yang halal saja diharamkan apalagi hal-hal
yang haram. Tentunya ini sebagai syarat sah dan diterimanya amalan seorang
hamba, harus sesuai dengan tata cara agama.
Selain itu, puasa dapat menurunkan
konsentrasi pada hormon yang berkaitan dengan seksualitas karena terfokus pada
bagaimana menahan rasa lapar. Demikian juga bagi orang yang berpuasa sanggat
dianjurkan untuk melakukan ritual-tritual agama karena bagi orang yang berpuasa
amalan ibadah dilipat gandakan. Selain menahan libido syahwat, ternyata puasa
dapat mengarahkan untuk berbuat hal-hal yang posistif. Pun sebaliknya bagi
seseorang yang berpuasa dimakruhkan untuk melakukan perbuatan yang sia-sia
apalagi perbuatan dosa, tentunya ini
menjadi motivasi untuk melakukan amal ibadah dengan sempurna jangan sampai
ternodai dengan hal-hal yang dapat mengurangi bahkan manghancurkan pahala
amalan tersebut. Dengan demikian, puasa juga menjadi sarana untuk mengihindarkan
para remaja dan pemuda dari kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti
menganggur, nongkrong, dan melamun saja di depan rumah.
Oleh karena itu, penelitian
ini dianggap penting karena perlu dilakukan pengujian terhadap
responden-responden yang rutin melakukan puasa sunnah demi membuktikan hipotesis maupun
teori yang telah dikemukakan oleh peneliti-peneltiti sebelumnya.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
penelitian khusus objek yang tidak apat diteliti secara statistik atau secara
kuantitatif (Ghony dan Almanshur, 2014). Metode kualitatif ini merupakan metode
penelitian yang berusaha memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan
menciptakan gambaran menyeluruh yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan
masalah terperinci dari sumber informasi, serta dilakukan dalam latar yang
alamiah (Gunawan, 2013).
Unit Analisis
Unit analisis atau yang biasa disebut kajian
analisis merupakan pengambilan sampel dengan merinci kekhususan yang ada dalam
sebuah kasus yang unik, bukan untuk sebuah generalisasi melainkan pengumpulan
sebanyak mungkin informasi (Moeloeng, 2013). Kajian analisis ini dapat
dibedakan menjadi dua, kajian analisis bersifar perseorangan dan kajian analisis
bersifat kelompok. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis bersifat individu karena penelitian ini ingin mengetahui dampak yang
dirasakan oleh masing-masing individu setelah menjalani puasa sunnah secara
rutin.
Responden
a.
Pemuda-pemudi
rentang usia 17-19 tahun.
b.
Pemuda-pemudi
yang rutin melaksanakan puasa sunnah minimal selama 1 tahun.
c.
Jumlah
responden adalah 5 orang pemuda dan 5 orang pemudi.
Prosedur Pengambilan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
wawancara tertulis. Teknik wawancara yang kami gunakan adalah wawancara terstruktur dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada responden kemudian setiap pertanyaan dijawab sesuai
pilihan jawaban yang disediakan.
HIPOTESIS
Puasa mampu mengendalikan libido seksual, emosi, dan psikis remaja
HASIL PENELITIAN
Perolehan data kami ambil dari teman-teman sebaya antara lain;
teman kuliah, teman SMA, dan teman dari teman yang berasal dari berbagai daerah
domisili tetap (Solo, Bekasi, Surabaya, Semarang, Banda Aceh, Salatiga, dan
Karanganyar). Rentang usia antara 17-19 tahun. Dari sepuluh responden yang kami
berikan pertanyaan wawancara tertulis sebanyak 7 orang melakukan puasa senin-kamis,
sedangkan sebanyak 3 orang melaksanakan puasa dawud. Lama puasa sunnah yang
dilaksanakan oleh para responden beragam, mulai dari 3 tahun sampai 8 tahun.
Setelah menyebarkan lembar wawancara secara tertulis, maka kami
merangkum data tersebut ke dalam sebuah tabel dan analisis abstrak sebagai
berikut.
Tabel 1. Kondisi Ketika Berpuasa
I.
Pengelompokan berdasarkan jawaban wawancara tertulis; kondisi ketika berpuasa
Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan
berpuasa maka kontrol emosi dan libido seksual para responden terkontrol
(100%). Di antara para responden sendiri ada yang tidak melakukan sahur sebelum
berpuasa yaitu sebanyak (40%). Di sisi lain puasa menyebabkan tubuh menjadi
lemas (40%), namun data menunjukkan bahwa tubuh yang lemas tidak menjadikan
alasan responden mengalami gangguan konsentrasi belajar (hanya 20%)
II. Analisis
jawaban wawancara tertulis; kondisi setelah berpuasa
Analisis yang kami lakukan adalah kondisi responden setelah
melakukan puasa selama bertahun-tahun, yaitu mengetahui suasana batin yang
bahagia dan keinginan atau harapan mereka terhadap puasa sunnah yang telah
rutin mereka laksanakan. Sebanyak 9 orang atau (90%) dari total 10 responden
menyatakan adanya kebahagiaan setelah melaksanakan ibadah puasa, terutama pasca
membatalkan puasa di saat mendengarkan adzan maghrib.
Kemudian dilihat dari keinginan dan harapan mereka terhadap amalan
puasa sunnah ini semua responden menyatakan ingin istiqomah dan terus
melanjutkan ibadah puasa sunnah sampai tua bahkan sebelum meninggal. Hal ini
bisa kita amati dari kebahagiaan yang mereka peroleh setelah melaksanakan
puasa. Walaupun ketika melaksanakan puasa perut terasa lapar, tenggorokan
terasa haus, dan sebagian besar merasa lemas tapi hal tersebut tidak dapat
menutupi rasa bahagia yang mereka rasakan.
KESIMPULAN
1. Puasa sunnah
dapat menstabilkan libido seksual
Sesuai sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, bahwa
seorang remaja dan pemuda muslim yang belum siap menikah maka sangat dianjurkan
bagi mereka untuk melaksanakan ibadah puasa sunnah. Karena dengan berpuasa akan
dapat mengekang libido seks yang menggelora. Puasa ibarat perisai yang
senantiasa mencegah seseorang untuk berprilaku buruk dan membimbingnya agar
senantiasa berbuat baik, sebab ketika seseorang yang berpuasa melakukan
perbuatan sia-sia bahkan buruk maka pahala puasanya pun akan gugur dan dia
hanya akan mendapat rasa lapar dan haus, sedangkan dia akan terus termotivasi
melakukan perbuatan baik karena akan dilipat gandakan pahalanya dan dijamin
masuk surga melalui pintu khusus bagi ahli puasa yaitu bab ar-Royyan.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi cara ampuh untuk mengatasi
dekadensi moral remaja dan pemuda yang suka berpacaran adalah dengan berpuasa
serta mengedukasikan kepada mereka manfaat puasa dari sisi agama dan kesehatan.
2. Puasa
menyempitkan jalan setan dalam menggoda manusia
Para ahli kesehatan telah membuktikan dengan berpuasa dapat
mempersempit pembuluh darah bagi manusia, dengan kata lain, puasa dapat
mempersempit jalannya setan dalam menggoda manusia, berdasarkan hadist nabi
bahwa: “setan itu berjalan di dalam saluran pembuluh darah manusia”.
Maka secara syari’at, seseorang yang berpuasa akan Allah jaga (dari
sisi kesehatan juga) dari segala macam keburukan yang asal muasalnya dari
setan. Hal ini juga menjadi hikmah mengapa Nabi Muhammad memerintahkan umatnya
agar berpuasa (bukan bentuk ibadah lainnya, hanya puasa saja) untuk menjaga
diri dari godaan setan yang pada umumnya mengarahkan manusia agar terjerumus ke
dalam dosa zina.
3.
Puasa menjaga kontrol emosional
Sebagaimana uraian di awal, bahwa seseorang yang berpuasa dilarang
berbuat keburukan, termasuk di dalamnya adalah marah.
4.
Puasa menjadikan suasana hati menjadi tenang
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda bahwa beliau
menjamin kebahagiaan bagi mereka yang berpuasa berupa dua kebahagiaan: yaitu
ketika berbuka puasa dan ketika bertemu dengan Rabbnya. Maksudnya adalah bagi
mereka yang telah menahan rasa lapar dan haus dan menahan dari aktivitas
seksual maka ketika telah mendengar adzan maghrib berkumandang akan menjadikan
hal-hal yang tadi dilarang menjadi halal hukumnya. Tentu hal ini menjadi
kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang berpuasa, ibarat orang yang telah
bekerja keras, maka dibalas dengan sesuatu yang sangat menyenangkan. Sedangkan
maksud dari kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya adalah ketika seseorang
berada di akhirat dan dia dipersilakan masuk ke surga oleh Allah melalui pintu
khusus yang bernama bab ar-Rayyan. Maka, inilah dua kebahagiaan yang
dimaksudkan oleh nabi. Kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
SARAN
Cukuplah dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka seseorang akan
memperoleh kebahagiaan dan keselamatan. Banyak hikmah yang terdapat dalam
syari’at agama Islam. Maka agama Islam adalah agama fitroh. Apabila manusia itu
sendiri menyalahi fitrohnya sebagai makhluk Allah maka dia akan sengsara.
Kami menyarankan kepada para pembaca sekalian agar totalitas dalam
menjalankan syari’at. Hanya dengan menjalankan sesuai tuntunan maka seseorang
muslim akan mengalami akselerasi amal yang luar biasa, tidak perlu penelitian
semacam ini untuk membuktikan kebenaran empiris dari suatu syari’at yang
relevan dengan teori ilmu pengetahuan. Sekali lagi, beramallah kalian dan
rasakanlah manfaat yang luar biasa dari segala ketentuan Allah dan Rasul-Nya!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Hadist
Ghony, M. D., & Almanshur, F. 2014. Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta Bandung.
Gunawan, I. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Maharani, Ni Luh Putu Devita & Wulanyani, Ni Made Swasti. 2018.
Gambaran Harga diri pada Remaja Putri yang Melakukan Hubungan Seks Pranikah. Jurnal
Psikologi, vol. 5, No.2: 226-232. Fakultas Psikologi, Universitas Udayana.
duniasangpemuda.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar